Minggu lalu ada undangan takziyah, tapi seperti biasanya karena kesibukanku, aku tidak bisa memenuhi undangan itu. Allah telah wafat, tapi itu sudah kuduga sebelumnya, karena dia sudah lama sakit2an. Aku sendiri tidak begitu perduli, hidup tidaknya tidak terlalu berpengaruh pada diriku.
Maka hari demi hari berlalu begitu saja, sampai hari ini. Dalam rapat redaksi di tempat aku bekerja, aku mendapatkan tugas untuk meliput penyebab kematian tuhan2 itu. Dari meja redaktur tadi, tugas ini harus selesai secepat mungkin, karena deadlinenya minggu ini juga. Dasar nasib, terpaksa malam2 aku blusukan ke kuburan khusus tuhan2. Ya aku anggap sebagai ziarah saja, toh sejak dulu kalau ada undangan takziyah aku gak pernah datang. Bagiku kematian adalah awal dari kehidupan baru, jadi tidak ada yang perlu dijadikan sebab sedih hati.
Kuburan ini gelap gulita, hanya ada beberapa kunang2 yang kelap kelip di beberapa sudut. Angin dingin mulai menusuk kulit dan tulangku, bulu kudukku berdiri. Bukan karena aku takut hantu, tapi karena aku hanya pake kaos oblong, sehingga ujung2 angin itu seenak jidatnya membelai pori2ku. Kubuka pintu gerbang kuburan itu, suara besi yang sudah tua memecah keheningan. Tengok kanan kiri, semakin serem saja kelihatannya. Kukeluarkan lampu senter yang tadi kubawa, kunyalakan, oh tapi ternyata tidak nyala. Wah mati aku pikirku. Ku goyang2 senter itu, sampai bunyi klothak klothak. Kunyalakan lagi, tidak nyala juga. Wah tamat sudah riwayatku, sudah tengah malam lagi. Bagaimana aku bisa melakukan penyelidikan penyebab matinya tuhan2 itu, kalau senter aja aku tidak punya. Padahal peralatan lain sudah aku siapkan semua sebenarnya, untuk penelitian forensik.
“Heh, ngapain loe di sini?”
Aku kaget bukan alang kepalang, sampai terkencing2 di celanaku. Geragapan aku di dalam gelapnya pemakaman itu. Tiba2 ada suara tanpa rupa dan suaranya berat, seperti orang marah.
“ Eh hmm, anu, anu, saya mau melakukan penelitian tentang kematian tuhan, saya wartawan koran ‘Suara Alam Lain’ . Hhmm, anu kalau boleh tahu, siapa Anda..?”
“ Perkenalkan, aku penjaga kuburan ini.”
Tiba2 tanganku digenggam benda besar, aku diajak salaman rupanya. Spontan aku goyang2kan tanganku sebagai tanda kenalan juga.
“ Senang bisa berkenalan dengan Anda, jadi Anda mau ketemu tuhan2 itu..?”
“ Lho koq ketemu, saya mau melakukan penyelidikan, saya mau menyelidiki mayat2 mereka. “
“Haahahahaha…OK, mari saya antar”
Dia menggandengku, aku tidak melihat wajahnya karena sangking gelapnya, aku hanya mengikuti saja. Kadang2 kakiku tersandung pathok2 kuburan yang rupanya bertebaran sepanjang jalan yang kulalui. Dari agak kejauhan, aku lihat samar2 ada cahaya, dan suara orang yang sedang bercakap2 dan tertawa2.
Pintu dibuka, wow…mataku seakan2 tidak percaya apa yang dilihatnya, sebuah café lengkap dengan meja pool, dart dan bar, di pojok sana ada layar tv sedang mempertontonkan pertandingan sepak bola. Kukedipkan2 mataku, hanya untuk memastikan bahwa aku tidak sedang bermimpi.
“ Hey, jangan bengong. Oh ya tadi kita kenalan belum nyebutin nama, aku iblis, ganti profesi akhir2 ini sebagai penjaga kuburan tuhan2. “
Aku menoleh, mataku terbelalak, jantungku seperti copot, selangkah aku mundur ke belakang. Terasa celanaku agak basah, aku terkencing2 lagi rupanya, sialan bener. Iblis ini sungguh menyeramkan, grandongnya Mak Lampir pun masih kalah serem. Untung saja tidak dari tadi aku melihat wajahnya, di pelataran kuburan tadi gelap sekali.
Hahahahahahahahaha…………………………….!!!!!!!!!!!!! Seluruh café rupanya menertawakan aku.
“ Hey iblis, siapa pula yang kau bawa ini, jangan pula kau bilang hasil buruanmu ya…hahahhahaha….”
Iblis : “ Selamat malam tuhan2 sekalian, ini perkenalkan seorang wartawan dari Koran “ Suara Alam Lain” , mau melakukan penelitian atas kematian tuhan2. Mas Wartawan, saya perkenalkan juga tuhan2 ini kepada Anda, yang lagi main pool itu, Khrisna dan Shang Ti. Yang duduk di bar itu Bapa, Baha’i, dan Cao Dai. Yang di meja itu, dari yang merokok itu adalah Allah, kemudian sebelahnya Waheguru, dan yang diujung itu Ahuramazda. Sebenarnya ada beberapa tuhan lain, tapi mereka sedang nonton sinetron Tersanjung, jadi malam ini tidak hadir.”
Aku : “ Senang berkenalan dengan Anda2 semua. Maaf terus terang saya kaget, saya datang untuk menemukan penyebab kematian Anda2 sekalian, tapi malah menemukan Anda sedang kongkow di cafe. Jadi, Anda2 ini, para tuhan2, sebenarnya tidak mati..?”
Cao Dai : “ Oh tidak anak muda, kami hanya pura2 mati. Kamuflase strategis.” Allah : “Aku memilih mati, biar tidak ada yang membelaku lagi, wong aku tidak
butuh dibela koq. Tidak ada itu perang demi agama atau demi tuhan. Yang ada
perang demi nafsu.”
Bapa : “Ya manusia goblog, sekuat apa mereka itu mau melindungi tuhan, wong prestasi terbesarnya saja hanya menginjakkan kaki di satelit bumi yaitu bulan. Yang pake bom hydrogen pake reaksi fusi saja tidak mampu, apalagi senjatanya cuman clurit, parang , dan cangkul.”
Ahuramazda : “Ya, lebih baik manusia melupakan tuhan saja, kalau perlu ditaruh di undang2 dasar bahwa tuhan telah mati, wong dari dulu tidak ada bukti koq kalau tuhan itu membantu manusia, kalaupun kelihatannya membantu, itu lebih karena sugesti atau karena kebetulan saja dapat rejeki, trus dikaitkan begitu saja dengan tuhan. Jadi kupikir, lebih baik agama2 itu dibubarkan saja. Nah kamu sendiri mas wartawan, kamu percaya tuhan..?”
Aku : “ Aku netral saja, kalau sedetik lagi ada bukti bahwa tuhan itu ada, aku akan percaya tuhan. Tapi bisa juga sebaliknya, jika sedetik lagi ada bukti bahwa tuhan tidak ada, aku akan tidak percaya adanya tuhan. Aku tidak mau gegabah percaya atau tidak percaya begitu saja. Yang pasti adalah aku tidak percaya tuhan2 macam kalian, karena kalaupun misalnya tuhan itu ada, aku yakin tuhan tidak seterbatas seperti kalian2 ini. Yang menurunkan kitab suci, yang menurunkan makhluk terbaik, yang terjebak dalam sui generis, yang tidak bisa ditempatkan dalam kompleksitas kosmos. Maaf jika menyinggung kalian, tapi kalian tidak pantas jadi tuhan.”
Shang Ti : “Jadi kamu jelas bukan theis, tetapi bukan pula atheis, deis juga bukan. Pantheis bukan, panentheis bukan, fideis juga bukan. Pusing deh akika, mau loe apa dong...?”
Khrisna : “ Aliran baru rupanya hahahhaha......, tapi tentang membubarkan agama2, jangan buru2 gitu dong. Loe2 pade musti tahu men, kalau 90% lebih manusia itu butuh simbol, butuh balasan, butuh sandaran vertikal. Nah, mayoritas manusia yang goblog ini, yang tidak bisa berpikir merdeka, yang perlu dogma dan aturan, yang tidak mau susah2 pusing berfilsafat, ini masih butuh sama yang namanya agama. Punya agama itu lebih baik sebagai penuntun mereka daripada tidak punya sama sekali. Tapi juga harus disadari, tidak percaya tuhan alias atheis itu tidak sepenuhnya juga lepas dari penyakit sejarah pengkultusan, gak nyembah tuhan tapi nyembah Mao, Lenin, Stalin, ato Hitler itu sama saja bahayanya. Kecenderungan berlebihan itu memang sifat manusia, sehingga manusia susah kadang membedakan antara kemanusiaan dan ketuhanan. Nah mas wartawan, anda sekarang sudah tahu bahwa kami tidak mati, anda mau apa...?”
Aku : “Lho saya sekedar mau tabayun, apakah tuhan2 ini bener2 mati. Nah ternyata kalian ini pada belum mati, tapi manusia memang berusaha membunuh kalian, dan celakanya yang mau membunuh itu adalah pengikut2 kalian sendiri. Nietszche, Marx, dan sayap2 kiri Hegelian saja kalah sophisticated, karena mereka melawan agama hanya ketika agama itu korup dan represif, menjadi legitimator dalam pertarungan antar kelas. Sedangkan banyak umat2 beragama membunuh tuhan mereka di saat tiap hari mereka juga menyembah2 tuhan2 itu. Reduksi atas kemahaanmu adalah pembunuhan karakter terbesar sepanjang sejarah manusia.”
Bapa memegang gelas birnya, meneguknya berkali2. Sedangkan Allah tampak murung dan berpikir keras. Khrisna yang dipojok manggut2 sambil sesekali menyodok bola dengan sticknya. Shang Ti yang jadi lawan ngepool Khrisna tampak sesekali melotot kalau nada bicaraku sudah mengganggunya.
Allah : “ Nah wartawan tolol, kami memang belum mati. Kami hanya pura2
mati, biar manusia bisa mencerahkan diri tanpa kami. Kau jangan pula bilang bahwa keputusan kami salah, kami para tuhan2 sudah rapat mengenai hal itu, sudah kami pertimbangkan baik dan buruknya. Di saat science sudah cukup maju seperti saat ini, lonceng kematian untuk tuhan2 tradisional macam kami sudah berdentang, sebelum lonceng itu semakin keras mendayu, kami memutuskan untuk ‘mati’. Tuhan2 pagan sudah mati sejak dari beratus2 tahun lalu, sekarang giliran kami. Kami sadar sesadar-sadarnya, bahwa mayoritas manusia masih butuh sandaran vertikal, tetapi itu tugas manusia2 tercerahkan untuk terpanggil memberi rasionalitas dan moralitas murni makhluk tanpa stempel tuhan. Sekali lagi karena stempel tuhan adalah hal yang paling ambigu dan paling sering disalah gunakan.”
Aku :” Jadi, aku harus menulis apa untuk artikelku ini, apakah aku harus jujur ataukah..”
Waheguru : “ Demi kemaslahatan umat, saranku, ini hanya saran lho ya. Beritakan apa yang dibilang Allah tadi saja, biarlah kami mati di sini. Pers bebas menulis, sebagai bagian tak terpisahkan dari demokrasi, dan sebagai tanggung jawab dari kebebasan itu adalah kewajiban untuk menebarkan pencerahan2 intelektual, bukan sebagai agen propaganda kapitalis, fasis dan puritanis.”
Bapa tiba2 berjalan ke arahku, rupanya dia menawarkan bir ke aku. Gelas cukup panjang dengan sedikit busa di puncaknya disodorkan ke aku.
Aku : “ Maaf, aku tidak minum bir Bapa. Pahit banget di lidahku, bukan karena dianggap haram atau apa lho ya. Ntar deh, kalau ada bir rasa duren aku coba minum. “
Bapa tersenyum kecut, kemudian dia tertawa, dielusnya kepalaku. Bapa : “ Dasar wong ndeso kowe...”
Aku :” Sebentar tuhan2 sekalian, kembali ke masalah tadi, aku menghormati
keputusan kalian, tapi kalian harus tahu, ketimpangan antar manusia ini sungguh besar. Di saat yang satu sudah bisa mengintip galaksi dan quasar, yang lain masih hidup pakai cawat dan hidup berburu. Di saat yang satu sudah bisa keliling dunia dalam hitungan jam, yang satu kakinya bengkak kebanyakan jalan. Yang satu hidup mewah di istana2, yang satu di kolong2 jembatan. Jadi matinya kalian mungkin malah mempunyai akibat buruk bagi sebagian manusia, karena mereka bisa menjadi layangan yang tiba2 putus, ini mungkin lepas dari pengamatan kalian.”
Khrisna : “ Akselerasi, akumulasi, distribusi pengetahuan dan kesejahteraan itu tugas manusia, bukan tugas tuhan. “
Ahuramazda : “ Tepat Bung Khrisna, masak kita2 ini harus melakukan penelitian, bikin LSM, propaganda tausiyah, ekstensifikasi tarbiyah, bikin website, nulis artikel, bikin koperasi, ya lucu aja gitu lho. Itu tugas manusia, tapi bukan sebagai kewajiban, tetapi datang sebagai rasa cinta kasih ikhlas seikhlas2nya terhadap sesama manusia, syukur2 kalau sudah menembus kecintaan terhadap semua makhluk, termasuk setan dan iblis hahahha......”
Iblis : “ Bung Ahuramazda, jangan rasis gitu dong, please deh. Begini2 aku sekarang sudah sadar, merasa kalah sama manusia. Mereka bisa lebih bejat dan psikopat daripada aku, jadi daripada aku kalah pamor, aku juga memutuskan untuk menjadi baik.”
Baha’i : “ Sudah2, begini saja Mas wartawan, malam ini nginep saja di kuburan kami, ada satu tempat khusus buat tamu, jadi besok pagi kita bisa diskusi lagi. Sekarang mari kita makan2 dulu, saya yang traktir deh. Plat du jour nya kali ini gudeg jogja, disertai teh anget tanpa gula. Mari2 makan….”
Aku yang memang lapar segera menghampiri kuali besar isi gudeg itu, diikuti oleh tuhan2. Malam itu kami makan bersama sambil bercanda tak tentu arah, tentunya ditemani oleh senyum genit mbak pelayan bar yang juga pake rok mini.
Book : Ziarah Ke Makam Tuhan
+ comments + 1 comments
jangan lupa mampir di blog saya kawan.........
Post a Comment
Terima Kasih atas kunjungan anda. Jika Anda COPAS Tolong cantumkan Link Sumber. Mohon gunakan kata-kata yang sopan dalam memberikan komentar.
Komentar SPAM, SARA dan sejenisnya tidak akan di tampilkan.
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan berkomentar :)