MATERI OBSERVASI
Objek yang dapat
diamati yaitu :
a.
Perilaku Verbal:
Intonasi
jelas, jeda, kelancaran, volume suara, artikulasi, vibrasi suara, gaya bicara,
dialog/dialek/logat, salah ucap, kebiasaan, mengucap, kota kata, isi pembicaraan atau materi,
gagap.
b.
Perilaku non-verbal
Gerak motorik tubuh, ekspansi
wajah, bahasa tubuh, aktivitas, dan isyarat.
c.
Peristiwa / kejadian
Saat dimana kejadian itu
berlangsung. Wisuda, ultah, khitanan, pasca bencana, upacara pernikahan.
d.
Setting. Fisik, waktu, tempat.
Kapan terjadinya. Waktu: pagi,
siang, sore, malam, saat dihalte. Tempatnya, dikelas, mall atau di
lapangan.
e.
Interaksi Individu
Berhubungan dan berkomunikasi
secara langsung dengan subyek yang ingin diamati.
Menurut Azwar (2001), materi observasi tidak dapat bisa di lepaskan
dari scope dan tujuan dari pada penelitian yang hendak dilakukan, perlu sekali
observer memusatkan perhatiannya pada apa yang sudah dikerangkakan (observation guide) dan tidak terlalu insindental pada
observasinya, dibawah ini adalah contoh kerangka faktor-faktor yang dapat
diobservasi (observation guide)
secara partisipant beserta ciri-ciri tertentu dari faktor-faktor itu:
Para pelakunya
a. Berapa atau bagaimana jumlahnya,
besar-kecil
b. Tingkat keaktifan pelaku, aktif-menonton
c. Peranan, pemimpin-anggota dll
d. Sifat hubungan, erat-longgar
Konsekuensi interaksi
- Keinsyafan: kosekuensi disadari-tidak disadari, dilaksanakan tidak dilaksanakan,
- Tujuan: sama-beda, jangka panjang-jangka pendek, dapat dicapa dalam situasi_ tidak dapat dicapai.
WAKTU DAN PENCATATAN
Jika situasi
normal
Apabila situasi berjalan
normal, maka dilakukan pencatatan sesegera mungkin/pencatatan “on the spot”,
sehingga data yang ingin diperoleh tidak hilang atau lupa. (menurut
Sutrisno Hadi).
Jika situasi
tidak normal.
a.
Situasi obstrusif, subyek mengetahui bahwa sedang
diamati sehingga perilaku yang dimunculkan dibuat-buat atau tidak alami.
b. Gejala observee terlalu cepat. Saat
kejadian berlangsung, jeda waktunya sangat cepat.
c.
Ada gangguan
dari luar. Gangguan ini bisa dari alam, seperti hujan atau panas. Atau
bisa juga orang ketiga yang menganggu.
Apabila terjadi situasi yang tidak normal kita
bisa melakukan pencatatan dengan kode/symbol (coding system) atau pencatatan dengan kata kunci (key word)
BENTUK PENCATATAN
Tugas seorang pengamat bukanlah sekedar menjadi
penonton dari apa yang menjadi sasaran perhatiannya, melainkan menjadi
pengumpul sebanyak mungkin keterangan atas dasar apa yang terlihat mengenai
sasaran tadi. Jadi seorang pengamat harus mencatat segala sesuatu yang dianggap
penting agar dapat membuat laporan mengenai hasil pengamatannya. Ingatan
manusia sangat terbatas waktunya sehingga pengamat perlu selekas mungkin
membuat catatan yang terperinci mengenai apa yang dilihatnya.
Menurut Hadari (2007) dari
uruaian tentang alat pengumpul data dalam observasi dapat disimpulkan bahwa
pencatatan pada dasarnya dilakukan dalam salah satu dari dua bentuk sebagai
berikut :
a.
Pencatatan
berbentuk kronologis yaitu pencatatan yang dilakukan menurut urutan kejadian
b.
Pencatatan
berbentuk sistematis yaitu pencatatan yang dilakukan dengan memasukkan
tiap-tiap gejala yang diamati kedalam kategori tertentu, tanpa memperhatikan
urutan kejadiannya.
Kronologis
Bentuk pencatatan yang
menekankan pada urutan kejadian/waktu kejadian.
Beberapa pertimbangan untuk
menempatkan waktu amatan dan waktu jeda
a.
Kemampuan observer mengingat dan meralat data hasil
amatan.
b. Dinamika, fleksifitas, kompleksitas
perilaku atau kejadian yang muncul.
c.
Waktu jeda < jarak amatan
Contoh : Perilaku prososial
siswa SD X kelas 2
Waktu
|
Deskripsi
|
07.00
– 07.50
|
Pada saat awal
pelajaran ada seorang anak terlihat lupa membawa buku dan pensil, teman
sebangkunya meminjami kepada anak itu.
|
08.00
– 08.500
|
Guru akan menulis materi berikutnya tetapi papan
tulis penuh dengan tulisan kemudian seorang anak perempuan menolong
menghapuskan.
|
09.00
– 09.50
|
Ketika jam istirahat. Seorang anak sedang duduk
termenung seorang diri, ternyata uangnya hilang kemudian temannya membelikan
minum untuknya.
|
11.00
– 11.00
|
Buku pelajaran
yang ada diatas meja seorang anak laki-laki terjatuh, lalu ketika ada anak
perempuan yang melintas diambilkannya buku tersebut.
|
Waktu observasi
-
07.00 – 11.00
-
4 X amatan
-
waktu pengamatan : 50 menit
-
Jeda waktu : 10 menit
Ada bentuk lain
Waktu
|
Deskripsi
|
Amatan I
Amatan II
Amatan III
Amatan IV
|
Kelebihan dari bentuk pencatatan
kronologis adalah :
1.
Konteks waktu bisa dipertahankan
2. Bisa mendapatkan data yang lengkap
(deskripsi lengkap)
Kelemahannya
1.
Data deskripsi (kualitatif) ditransfer ke data
kuantitatif
2. reliabilitas dan validitas kurang karena
datanya sukar diterjemahkan secara kuantitatif.
Sistematis
Kita memasukkan kejadian
kedalam kategori atau klasifikasi perilaku yang sejenis. Atau ciri utama kita
memasukkan data amatan kedalam klasifikasi atau kategorisasi prilaku yang
dibuat sebelum observasi.
Contoh : Perilaku prososial
siswa SD X kelas 2
No
|
Kategori
/ Klasifikasi prilaku
|
Ayu
|
Abi
|
Abu
|
Asa
|
1.
|
Menolong teman dalam memahami pelajaran.
|
Ö
|
Ö
|
Ö
|
-
|
2.
|
Menolong teman dengan memberikan bantuan
sarana/fasilitas belajar.
|
Ö
|
-
|
Ö
|
Ö
|
3.
|
Menolong guru sehingga tugas belajar menjadi
lancar.
|
Ö
|
-
|
-
|
-
|
4.
|
Menolong teman yang sedang kesulitan.
|
Ö
|
-
|
Ö
|
Ö
|
Kelebihan dari bentuk yang
sistematis adalah :
1.
Sudah menjadi data yang kuantitatif
2. lebih praktis, karena tinggal memberi data
(misal : Ö)
Kelemahan dari bentuk tersebut :
1. Tidak bisa melihat urutan kejadian secara
utuh.
2. Data yang diperoleh tidak selengkap data
kronologis
Pencatatan Lapangan Hasil Observasi
Catatan
lapangan berisi tentang hal-hal yang diamati,
apapun yang oleh peneliti dianggap penting. Penulisan catatan lapangan
dapat dilakukan dalam cara yang berbeda-beda. Yang penting untuk diingat adalah
catatan lapangan mutlak dibuat secara
lengkap, dengan keterangan tanggal dan waktu yang lengkap.
Untuk
mampu menulis catatan lapangan yang lengkap dan informatif, peneliti perlu
melatih kedisiplinan untuk melakukan pencatatan secara kontinue dan
menuliskannya langsung saat melakukan observasi dilapangan. Bila pencatatan tidak
mungkin dilakukan langsung di lapangan, hal tersebut wajib dilakukan sesegera
mungkin setelah peneliti meninggalkan lapangan. Peneliti harus menyadari ia
tidak dapat mengandalkan ingatannya saja dan bila ia tidak segera mencatat apa
yang ia amati, sangat mungkin akan kehilangan nuansa yang diamati.
Catatan
lapangan harus deskriptif, diberi tanggal dan waktu dan dicatat dengan
menyertakan informasi-informasi dasar seperti dimana observasi dilakukan, siapa
yang hadir di sana, bagaimana setting fisik lingkungan, interaksi sosial dan
aktivitas apa yang berlangsung dan sebagainya.
Penting
untuk diingat bahwa peneliti yang baik akan melaporkan hasil observasinya
secara deskriptif, tidak interpretatif. Pengamat tidak mencatat
kesimpulan/interpretasi, melahirkan data konkrit berkenaan dengan fenomena yang
diamati. Deskripsi harus memadai dalam detil dan ditulis sedemikian rupa untuk
memungkinkan pembaca memvisualisasikan setting yang diamati. Deskripsi
interpretatif dengan menggunakan penyimpulan-penyimpulan dari peneliti harus
dihindari. Interpretasi dengan memberikan label/penjelasan sifat-sifat tidak
dianjurkan. Yang perlu dilakukan adalah menjabarkan situasi yang diamati tanpa
segera mengambil kesimpulan tentang hal tersebut. Dengan uraian deskriptif
sekaligus informatif demikian, pengamat meminimalkan biasnya, sehingga dengan
sendirinya juga dapat mengembangkan analisis yang lebih akurat saat
menginterpretasikan seluruh data yang ada.
Bila
relevan dan memungkinkan, catatan lapangan perlu juga diisi kutipan-kutipan
langsung apa yang dikatakan obyek yang diamati selama proses observasi. Hal itu
akan membantu peneliti dalam mengungkap perspektif orang yang diamati mengenai
realitas yang alami.
Guba
dan Lincoln
telah memberikan pedoman dalam pembuatan catatan:
a.
Pembuatan catatan lapangan, yaitu gambaran umum
peristiwa-peristiwa yang telah diamati oleh peneliti. Dalam hal ini pengamat
bebas membuat catatan dan biasanya dilakukan pada malam hari setelah melakukan
observasi.
b.
Buku harian, yang dibuat dalam bentuk yang teratur dan
ditulis setiap hari, yang isinya diambil dari catatan lapangan.
c.
Catatan tentang satuan-satuan sistematis, yaitu catatan
rinci tentang tema yang muncul.
d.
Catatan kronologis, yang merupakan catatan rinci
tentang urutan peristiwa dari waktu ke waktu.
e.
Peta konteks, yang dapat berbentuk peta, sketsa atau
diagram. Dengan peta konteks ini dapat diperoleh gambaran umum tentang posisi
subyek serta perkembangannya.
f.
Taksonomi dan kategori, yang dikembangkan selama
analisis di lapangan.
g.
Jadwal observasi berisi deskripsi waktu secara rinci
tentang apa yang dikerjakan, apa yang diamati, di mana, kapan dan lain-lain.
h.
Siometrik, merupakan diagram hubungan antara subyek
yang sedang diamati.
i.
Panel, yaitu pengamatan terhadap seseorang atau
sekelompok orang secara periodik.
j.
Kuesioner, yang diisi oleh pengamat untuk memberikan
balikan kepada pengamat sehingga dapat lebih mengarahkan dan memperbaiki teknik
pengamatannya.
k.
Balikan dari pengamat lainnya, juga dapat memperbaiki
teknik pengamatan yang dipergunakannya.
l.
Daftar cek, dibuat untuk mengecek apakah semua aspek
informasi yang diperlukantelah direkam.
m.
Piranti elektronik, misalnya kamera/handycam yang
disembunyikan.
n.
“Topeng Steno”, yaitu alat perekam suara yang
diletakkan secara tersembunyi di tubuh peneliti.
Banister
(1994) mengemukakan hal-hal yang perlu diperhatikan pada waktu membuat catatan
observasi, yaitu:
a.
Deskripsi konteks.
b.
Deskripsi mengenai karakteristik orang-orang yang
diamati.
c.
Deskripsi tentang siapa yang melakukan observasi.
d.
Deskripsi mengenai perilaku yang ditampilkan
orang-orang yang diamati.
e.
Interpretasi sementara peneliti terhadap kejadian yang
diamati.
f.
Pertimbangan mengenai alternatif interpretasi lain.
g.
Eksplorasi perasaan dan penghayatan peneliti terhadap
kejadian yang diamati.
Disamping itu dapat pula
dibedakan dua bentuk pencatatan dalam versi data yang dicatat, yaitu :
a.
Pencatatan
data faktual yaitu pencatatan gejala yang timbul sebagimana adanya tanpa
interpretasi dari observer.
b.
Pencatatan
secara interpretatif yaitu pencatatan yang dilakukan dengan memberikan
interpretasi terhadap gejala yang timbul oleh observer yang berkewajibannn
memasukkan atau menggolongkan gejala yang diamatinya kedalam suatu kategori
yang telah ditetapkan.
JENIS-JENIS OBSERVASI
Macam‑macam
Observasi menurut Sugiyono (2004)
Dari
segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi participan observation (observasi
berperan serta) dan non participan
observation. Selanjutnya dari segi instrumentasi yang digunakan maka
observasi dapat dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur.
a.
Observasi berperan serta (Participan observation)
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari‑hari orang
yang sedang diamati atau digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil
melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikedakan oleh sumber
data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka
data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada
tingkat makna, dari setiap perilaku yang nampak.
Contoh: Dalam suatu perusahaan peneliti dapat berperan sebagai karyawan.
Ia dapat mengamati bagaimana perilaku karyawan dalam bekerja, bagaimana
semangat keduanya, bagaimana hubungan satu karyawan dengan karyawan lainnya,
hubungan antara karyawan dengan supervisor dan pimpinan, keluhan dalam
pekerjaan dan lain sebagainya.
b. Observasi
Non Partisipan
Kalau dalam observasi partisipan peneliti terlibat langsung dengan
aktivitas-aktivitas orang‑orang yang sedang diamati, maka dalam observasi non
partisipan peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen.
Contoh: dalam suatu pusat belanja, peneliti dapat mengamati bagaimana
perilaku pembeli terhadap barang‑barang. Barang‑barang apa saja yang paling
diminati pembeli saat itu. Peneliti mencatat menganalisis dan selanjutnya dapat
membuat kesimpulan tentang perilaku pembeli, dan barang‑barang apa saja yang
paling diminati pembeli. Pengumpulan data dengan observasi non partisipan ini
tidak akan mendapatkan data yang mendalam, dan tidak sampai pada tingkat makna.
Makna adalah nilai‑nilai di balik perilaku yang tampak, yang terucapkan dan
yang tertulis.
Dalam suatu bekerja dalam mengolah bahan baku, komponen mesin mana yang
masih bagus di proses produksi, peneliti dapat mengamati bagaimana masing‑masing
an yang kurang bagus, bagaimana kualitas barang yang dihasilkan dan bagaimana
performance tenaga kerja atau operator mesinnya.
c. Observasi
terstruktur
Observasi terstruktur adalah observasi yang telah dirancang secara
sistematis tentang apa yang akan diamati, dimana tempatnya. Jadi observasi
terstruktur dilakukan apabila peneliti telah tahu dengan pasti tentang variabel
apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti menggunakan
instrumen penelitian yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Pedoman
wawancara terstruktur atau angket tertutup dapat juga digunakan sebagai pedoman
untuk melakukan observasi.
Contoh: Peneliti akan melakukan pengukuran terhadap kinja karyawan bidang
pemasaran melalui pengamatan, maka peneliti dapat menilai setiap perilaku
dengan menggunakan instrumen yang digunakan untuk mengukur kinerja karyawan
tersebut.
d. Observasi
tidak terstruktur
Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan
secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena
peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati. Dalam melakukan
pengamatan, peneliti tidak menggunakan instrumen yang telah baku, tetapi hanya
berupa rambu‑rambu pengamatan. Dalam suatu pameran produk industri dalam
berbagai negara., peneliti belum tahu pasti apa yang akan diamati. Oleh karena
itu peneliti dapat melakukan pengamatan bebas, mencatat apa yang tertarik,
melakukan analisis dan kemudian dibuat kesimpulan.
Azwar (2003) menambahkan dalam penelitian dapat menggunakan metode
observasi alamiah (naturalistic
Observation), dalam pendekatan alamiah ini, observasi dilakukan tanpa
adanya campur tangan sama sekali dari pihak peneliti. Objek observasi adalah
fenomena‑fenomena yang dibiarkan terjadi secara alamiah.
Observasi alamiah dapat dilakukan pada paling tidak dua arena (settings) yang berbeda, yaitu (a) pada
lingkungan alamiah (natural environment) berupa
"dunia nyata" tempat subjek penelitian berada, dan (b) pada
lingkungan alamiah tiruan (simulated natural
environment) sehingga subjek penelitian dapat bebas bereaksi secara alamiah
akan tetapi tetap dalam batas‑batas fenomena yang dikehendaki oleh peneliti.
Observasi alamiah yang diadakan pada lingkungan alamiah dicontohkan oleh
penelitian. mengenai tradisi sosial suku bangsa dengan partisipan langsung dari
fihak peneliti. Peneliti harus membaurkan diri dalam masyarakat setempat dan
mengikuti semua aktivitas sosial yang berlaku sehingga seakan‑akan menjadi
bagian dari kehidupan sosial subjek penelitian.
Menurut Hadi
(1991), jenis-jenis observasi adalah sebagai berikut :
Observasi Partisipasi VS Non Partisipan
Observasi Sistematik VS Non Sistematik
Observasi Eksperiment VS Non Ekperiment
- OBSERVASI PARTISIPAN
· Observasi terjun langsung, meleburkan
diri, berinteraksi langsung dan mengumpulkan data dalam situasi atau lingkungan
yang diobservasi (Bagdam & Taylor, 1984).
· Untuk riset eksploratif, menyelidiki
perilaku individu dalam situasi sosial.
·
Hal yang perlu diperhatikan :
- Materi observasi : materi yang dibuat sebelum melakukan observasi harus benar-benar matang sehingga tidak lepas dari tujuan yang sebenarnya.
- Waktu dan cara pencatatan : dilakukan pencatatan sesegera mungkin agar data tidak hilang atau lupa, untuk lebih memudahkan dapat memakai kode atau kata kunci.
- Hubungan antara observer dan observee
1)
Mencegah kecuriaan observee terhadap observer
2) Mengadakan pendekatan yang baik, supaya
hubungan yang terjalin setelah melakukan observasi tetap baik.
3) Menjaga situasi tetap wajar, agar subyek
tidak tahu kalau sedang diamati.
- Dalam dan luasnya partisipasi tergantung pada tujuan dan situasi.
Observasi Partisipasi dibagi menjadi 2 yaitu :
1.
Full Partisipation
Obseerver ikut semua aktifitas
yang dibedakan oleh masyarakat sekitar.
Full Partisipation dibagi menjadi 2 :
a.
Intensive Partisipation
Menggali
informasi yang sedalam-dalamnya / sedetail-detailnya
b.
Surface Partisipation
Ikut semua
kegiatan, tapi tidak perlu digali lebih dalam /hanya permukaan saja.
2.
Partical Partipation
Observer hanya mengikuti
beberapa aktivitas saja.
Partical Partisipation juga dibagi menjadi 2 :
a.
Intensive Partical
Ikut
beberapa aktivitas dan mengali informasi sedalam-dalamnya.
b.
Surface Partical
Hanya
permukaan saja/secara garis besar saja.
- OBSERVASI SISTEMATIK (Observasi kerangka berstruktur)
·
Observer
sudah menyiapkan kerangka (pedoman) yang memuat aspek-aspek atau ciri-ciri
khusus dari tiap variabel yang diamati.
·
Hal yang perlu diperhatikan :
a. Materi observasi : materi yang diobservasi
lebih khusus (judul dikhususkan).
b.
Cara pencatatan
Memungkinkan jawaban respon, reaksi, dicatat secara teliti.
Memungkinkan mengadakan kuantifikasi
c.
Hubungan antara observer dan abservee
Mengusahakan pendekatan yang baik.
- OBSERVASI EKSPERIMENTAL
·
Dengan
mengendalikan unsur-unsur penting kedalam situasi sedemikian rupa sehingga
situasi tersebut dapat diatur sesuai dengan tujuan riset dan dapat dikendalikan
untuk menghindari atau mengurangi bahaya timbulnya faktor-faktor lain yang
dapat mempengaruhi situasi itu.
·
Ciri-ciri
dari observasi eksperimental :
a. Situasi yang seragam untuk semua observee,
situasi yang dibuat oleh observer harus sama untuk semua subyek yang ingin
diteliti.
b. Situasi dibuat sedemikian rupa sehingga
muncul variasi tingkah laku. Seorang observer harus pandai membuat situasi yang
mendukung, sehingga akan memunculkan keunikan atau variasi tingkah laku.
c. Observee tidak tahu maksud situasi
observasi yang sebenarnya. Subyek sebaiknya tidak tahu kalau sedang diamati,
karena bila tahu sedang diamati subyek akan memunculkan perilaku yang tidak
alami atau dibuat-buat.
d. Dibuat catatan tentang aksi-aksi, reaksi
secara lengkap.
Contoh : Konsentrasi Belajar
Judul : Pengaruh kebisingan terhadap konsentrasi
belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi
konsentrasi belajar
1.
Suhu
2.
Penerangan
3.
Kenyamanan sarana dan prasarana
Kelebihan dari observasi eksperimental :
a. Kita bisa memunculkan perilaku yang jarang
muncul / tampak.
b. Peneliti mudah untuk membandingkan antara
1 orang dengan orang yang lain karen ada kontrol yang kuat.
c. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi
perilaku telah dikontrol sehingga tinggal 1 atau 2 faktor yang diamati dari
satu karya observasi dapat memunculkan banyak pengetahuan daripada observer
natural yang dilakukan dalam waktu yang lama.
Kekurangan
Nilai terapan kecil
LINCOLN & GUBA (1989)
Mengkategorikan bentuk observasi dalam kombinasi 3 dimensi, yaitu :
1.
Dimensi kesadaran subyek (Covert Vs Overt)
2. Dimensi derajat interaksi dengan subyek
(Partisipan Vs Non Partisipant)
3.
Dimensi situasi observasi (alam/natural Vs
buatan/contrived)
§ Covert : Observasi (subyek) yang sedang
diamati, tidak menyadari kalau sedang diamati oleh observer. Observer tidak
memberitahu, tidak memberikan reaksi/tanda kalau dirinya sedang mengamati
observee.
§ Overt : Kebalikan dari covert. Obsevee
tahu bahwa dirinya sedang diamati oleh observer. Observer memberitahukan kepada
observer kalau dia sedang diamati.
§
Partisipan : Terjun langsung, dan ada interaksi
antara observee dan observer.
§
Non
Partisipan : Tidak terjun langsung dan tidak terjadi interaksi antara observee
dengan observer. Observer menjaga jarak dengan observee.
§ Alami : Tempat kita melakukan observasi
adalah tempat yang aslinya situasi yang apa adanya, tanpa ada manipulasi, tidak
ada perlakuan.
Contohnya : pasar, mall, dan lain-lain.
§
Buatan
: Lingkungan yang kita buat sedemikian rupa. Ada rekayasa kecintaan,
pengharapan bisa muncul, ada manipulasi. Dan biasanya ada perlakuan.
Jenis-jenis observasi, berdasar kombinasi 3
dimensi :
1.
Observasi Covert – Partisipan – Alami (CPA)
Contoh : Melihat demonstrasi
di Kantor Pos Malioboro
2.
Observasi Covert – Partisipan – Buatan (CPB)
Contoh : Mengajari anak play group untuk berkreasi dengan tepung dan
pewarna.
3.
Observasi Covert – Non Partisipan – Alami (CAN)
Contoh : Mengamati pendukung festival band.
4.
Observasi Overt – Partisipan – Buatan (OPB)
Contoh : Mengobserver pada anak saat dipertontonkan film action.
5.
Observasi Overt – Partisipan – Alami (OPA)
Contoh : Mengamati adat
istiadat sebuah suku di pedalaman di Kalimantan
6.
Observasi Overt – Partisipan – Buatan (OPB)
Contoh : Reka adegan sebuah
pembunuhan di sebuah rumah.
7.
Observasi Overt – Non Partisipan – Alami (ONA)
Contoh : Mengamati orang
membuat kue untuk lebaran
8.
Observasi Overt – Non Partisipan – Buatan (ONB)
Contoh : Lomba memasak yang
diadakan saat 17 an.
Patton
menjelaskan berbagai alternatif cakupan dalam pendekatan observasi yang perlu
dipertimbangkan dengan baik, yakni:
1.
Apakah pengamat
berpartisipasi aktif dalam setting yang diamatinya ataukah ia menjadi pengamat
pasif, dalam arti tidak terlibat dalam aktivitas yang diamatinya tersebut?
(partisipasi/non partisipasi)
Pengamat
yang partisipasif akan menggunakan strategi pendekatan lapangan yang beragam:
secara simultan mengkombinasikan analisis dokumen, mewawancara responden dan
informan, berpartisipasi langsung sekaligus mengamati dan melakukan
introspeksi. Hal-hal tersebut tidak dilakukan peneliti yang melakukan observasi
tidak terlibat (tidak partisipasif). Keputusan sejauh mana peneliti perlu
terlibat dalam aktivitas yang diteliti akan tergantung pada pada banyak hal,
antara lain sifat fenomena yang diteliti, konteks politis, maupun
pertanyaan-pertanyaan peneliti. Bila sebagian peneliti menyatakan keterlibatan
aktif dalam konteks yang diamati merupakan cara paling ideal, Patton
menganjurkan agar kita tidak perlu berpikir demikian. Yang paling penting
adalah menegosiasikan dan menyesuaikan derajat partisipasi aktif peneliti
dengan karakteristik subjek/objek penelitian, sifat interaksi peneliti-subjek
penelitian, maupun konteks sosial politik yang melingkupi fenomena yang
diteliti. Dalam kasus-kasus tertentu, keterlibatan dan partisipasi aktif
pengamat justru dapat memunculkan masalah dan mengganggu langkah-langkah
pengumpulan data.
2.
Apakah peneliti
melakukan observasinya secara terbuka, ataukah secara tertutup/terselubung?
(overt/covert)
Diyakini
bahwa manusia pada umumnya akan bertingkah laku berbeda bila tahu bahwa mereka
diamati. Sebaliknya, individu yang tidak menyadari bahwa ia sedang diamati akan
bertingkah laku biasa (tidak dibuat-buat/disesuaikan dengan harapan sosial).
Karenanya, sebagian peneliti berpendapat observasi yang tidak terbuka (covert)
akan memungkinkan peneliti menangkap kejadian yang sesungguhnya daripada
observasi terbuka. Meski demikian, tinjauan etis mengungkapkan problema
berbeda: apakah etis melakukan observasi sistematis tanpa memberi tahu dan
meminta izin?
3.
Apakah observasi
perlu dilakukan dalam jangka waktu lama/cukup dalam waktu yang terbatas?
Dalam
tradisi studi antropologis, observasi dapat berlangsung sangat lama, dilakukan
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, dengan maksud agar peneliti dapat
memperoleh pemahaman holistik mengenai budaya kelompok yang ditelitinya.
Sementara, dalam studi ilmu sosial fenomena osial pada umumnya tujuan
digunakannya observasi adalah untuk mengungkap kompleksitas dan pola-pola
realitas sosial. Untuk studi yang lebih praktis, waktu observasi yang terlalu
lama tidak diperlukan, apalagi bila fenomena yang diteliti adalah fenomena
spesifik yang berlangsung pada saat-saat tertentu saja. Dalam situasi yang
demikian, yang penting adalah keberhasilan peneliti melakukan observasi
terhadap fenomena khusus yang jarang terjadi tersebut.
4.
Variasi berkenaan
dengan fokus observasi: fenomena utuh/aspek-aspek khusus?
Ada
observasi yang difokuskan pada fenomena utuh, dalam situasi seperti ini
dibutuhkan perhatian meluas pada semua aspek yang terlibat. Ada pula observasi
yang sempit, misalnya dengan memfokus pada aspek-aspek/elemen-elemen tertentu
saja dari keseluruhan fenomena yang kompleks.
Sedangkan
Banister (1994) menambahkan beberapa variasi pendekatan yang perlu
dipertimbangkan lebih lanjut:
1.
Variasi dalam struktur observasi:
Dapat
bervariasi mulai dari observasi yang dilakukan secara sangat terstruktur dan
mendetail sampai pada observasi yang tidak terstruktur.
2.Variasi dalam fokus observasi:
Dapat
bervariasi mulai dari dikonsentrasikan secara sempit pada aspek-aspek tertentu
saja (misal: bentuk komunikasi non verbal tertentu saja)/diarahkan secara luas
pada berbagai aspek yang dianggap relevan.
3.
Variasi dalam metode dan sarana/instrumen yang
digunakan untuk melakukan dan mencatat observasi:
Mulai
dari tulisan tangan, penggunaan komputer (note book), dipakainya lembar
pengecek, stop watch/alat-alat yang lebih canggih seperti perekam suar dan
gambar.
4.
Pemberian umpan balik:
Apakah
umpan balik (perlu) diberikan kepada orang-orang yang diamati? Bila umpan balik
disampaikan, sejauh mana informasi akan disampaikan dan mengapa?
Observer
Spradley
(1980) menyebutkan bahwa peran observer dalam metode observasi adalah:
1.
Observer tidak berperan sama sekali
Dalam
observasi observer tidak berperan, kehadiran dalam area penelitian hanya untuk
melakukan observasi tetapi tidak diketahui oleh subyek yang diamati. Observasi
ini bisa dilakukan, misalnya dengan menggunakan kaca “one way mirror” seperti
pengamatan pada sekolompok anak-anak dengan perilakunya di dalam kelas dalam
suatu ruangan/kelas, /menggunakan teropong jarak jauh untuk mengamati perilaku
seorang/sekelompok orang. Pengamatan semacam itu juga bisa dilakukan dengan
cara menggunakan handycam sehingga peneliti benar-benar tidak melakukan peran
sam sekali.
2.
Observer berperan pasif
Dalam
jenis ini observer mendatangi peristiwa, akan tetapi kehadirannya di lapangan
menunjukkan peran paling pasif. Kehadirannya sebagai orang asing diketahui oleh
orang yang diamati dan bagaimanapun hal itu membawa pengaruh. Agar kehadiran
peneliti tidak mempengaruhi sifatalamiah subyek, sebaiknya peneliti tidak
membuat catatan selama penelitian, kecuali mungkin dengan menggunakan perekaman
secara tersembunyi. Tetapi setelah selesai melakukan pengamatan, peneliti harus
segera membuat catatannya secepatnya sebelum tertumpuk oleh informasi lainnya.
3.
Observer berperan aktif
Dalam
observasi ini peneliti dapat memainkan berbagai peran yang dimungkinkan dalam
suatu situasi sesuai dengan kondisi subyek yang diamati. Cara ini dilakukan
semata untuk dapat mengakses data yang diperlukan bagi penelitian. Keberadaan
peneliti sebenarnya diketahui oleh subyek yang diteliti, tetapi peneliti telah
dianggap sebagai bagian dari mereka dan kehadirannya tidak
mengganggu/mempengaruhi sifat naturalistiknya. Apa yang dilakukan peneliti tak
ubahnya sebagaimana yang dilakukan subyek yang diteliti.
4.
Observer berperan penuh
Pada
observasi ini peneliti ini bisa jadi sebagai anggota resmi dari kelompok yang
diamati/sebagai orang dalam/orang luar tetapi telah dianggap sebagai orang
dalam. Peran peneliti dalam observasi terlibat penuh, bukan sekedar partisipasi
aktif dalam kegiatan subyek yang diteliti, tetapi juga bisa lebih menjadi
pengarah acara agar sebuah peristiwa terarah sesuai dengan skenario peneliti
agar kedalaman dan keutuhan datanya tercapai.
Dalam melakukan
observasi ada beberapa hal yang mempengaruhi kecermatan dalam observasi, yaitu:
1.
Prasangka-prasangka dan keinginan-keinginan dari
observer.
2.
Keterbatasan panca indera, kemampuan pengamatan dan
ingatan manusia.
3.
Keterbatasan wilayah pandang.
4.
Ketangkasan menggunakan alat-alat pencatatan.
5.
Ketelitian pencatatan hasil-hasil observasi.
6.
Ketepatan alat dalam observasi.
7.
Pengertian observer tentang gejala yang diobservasi.
8.
Kemampuan menangkap hubungan sebab akibat tergantung
pada keadaan mental, indera pada suatu waktu.
Oleh karena itu
untuk dapat menjadi seorang observer yang baik harus memiliki syarat-syarat
sebagai berikut:
1.
Mengerti latar belakang tentang materi yang akan
diobservasi. Untuk mengobservasi tentang perkembangan anak maka seorang
observer harus menguasai teori tentang perkembangan yang harus dilalui oleh
setiap anak.
2.
Mampu memahami kode-kode/tanda-tanda tingkah laku untuk
membedakan tingkah laku yang satu dengan yang lain. Seorang obsever hendaknya
mempunyai kemampuan untuk membedakan tanda-tanda tingkah laku agar dapat
membedakan tingkah laku yang satu dengan yang lain. Juga perlu mengetahui
perbedaan mengekspresikan emosi ke dalam perilaku bagi masing-masing kelompok
masyarakat. Contoh: ekspresi wajah marah, sedih dan gembira.
3.
Membagi perhatian. Seorang observer harus mampu membagi
perhatiannya antara mengamati tindakan yang dilakukan oleh observee dan
mencatat perilaku tersebut.
4.
Dapat melihat hal-hal yang detail
Seorang
observer harus mampu mengamati perilaku observee sampai pada perilaku yang
sekecil-kecilnya, karena bisa saja perilaku yang dianggap tidak penting justru
merupakan perilaku yang sangat penting.
5.
Dapat mereaksi dengan cepat dan menerangkan
contoh-contoh tingkah laku secara verbal/non verbal. Seorang observer harus
bisa memahami dengan cepat perilaku yang ditunjukkan oleh observee dan
bagaimana respon yang harus diberikan.
6.
Menjaga hubungan antara observer dan observee.
Kemampuan menjalin hubungan baik dengan observee merupakan faktor yang sangat
penting dalam observasi.
+ comments + 1 comments
Materinya bagus, mohon di cantumkan daftar rujukan.
Terimakasih :-)
Post a Comment
Terima Kasih atas kunjungan anda. Jika Anda COPAS Tolong cantumkan Link Sumber. Mohon gunakan kata-kata yang sopan dalam memberikan komentar.
Komentar SPAM, SARA dan sejenisnya tidak akan di tampilkan.
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan berkomentar :)