Persaingan bisnis antarperusahaan
semakin ketat baik di pasar domestik maupun internasional pada era globalisasi
di abad ke-21 ini. Untuk memenuhi kepuasanpelanggan pada industri jasa,
produktivitas sangat penting bagi perusahaan untuk dikelola dengan baik.Tague
mengatakan bahwa kelambatan pertumbuhan produktivitas disebabklan oleh suatu
kegagalan moral organisasi dan merupakan cerminan dari bagaiman cara manajer
dan para pekerja memandang organisasi mereka. Organisasi-organisasi yang
berbagi tanggung jawab secara terbuka dan jujur menuntun industri mereka ke
dalam kualitas dan produktivitas (dalam Timpe, 1999:3).
Produktivitas kerja merupakan tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk
memenuhi keinginan konsumen. Produktivitas dimulai dari kebutuhan pelanggan dan
berakhir pada persepsi pelanggan.
Hal ini dapat diimplementasikan
interaksi antara karyawan (:pekerja) dan pelanggan yang mencakup (a) ketepatan
waktu, berkaitan dengan kecepatan memberikan tanggapan terhadap
keperluan-keperluan pelanggan; (b) penampilan karyawa, berkaitan dengan
kebersihan dan kecocokan dalam berpakaian; (c) kesopanan dan tanggapan terhadap
keluhan, berkaitan dengan bantuan yang diberikan dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang diajukan pelanggan (Gaspersz, 2003:130). Berarti
produktivitas yang baik dilihat dari persepsi pelanggan bukan dari persepsi
perusahaan. Persepsi pelanggan terhdap produktivitas jasa merupakan penilaian
total atas kebutuhan suatu produk yang dapat berupa barang ataupun jasa.
Harapan pelanggan merupakan keyakinan
sebelum membeli produk yang akan dijadikan standar dalam menilai produktivitas
produk tersebut. Harapan pelanggan dibentuk dari pengalaman masa lampau, dari
mulut ke mulut, kebutuhan pribadi konsumen dan promosi perusahaan. Sikap
merupakan orientasi yang relatif berpengaruh terus-menerus dalam jangka waktu
yang lama terhadap produk dan proses. Para peneliti mengetahui bahwa ukuran
persepsi konsumen atas produktivitas jasa sesuai dengan paradigma adanya
perbedaan antara harapan dengan persepsi terhadap produktivitas, tetapi mereka
juga beranggapan bahwa produktivitas jasa dan kepuasan merupakan konsep yang
berbeda.
Saat ini persaingan hotel sangat tinggi.
Agar hotel dapat bertahan dan berkembang, pihak hotel harus proakrif dan
memberikan jasa yang memuaskan kepada pelanggannya. Caranya adalah memahami
persepsi pelanggan mengenai jasa di hotel serta menerapkannya sesuai dengan apa
yang diinginkan pelanggan sehingga hotel akan mampu bertahan dan unggul dalam
persaingan di era globalisasi saat ini. Para karyawan dituntut untuk dapat
melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya lebih profesional, yang berarti
karyawan yang mempunyai pandangan untuk selalu perpikir, kerja keras, bekerja
sepenuh waktu, disiplin, jujur, loyalitas tmggi dan penuh dedikasi demi untuk
keberhasilan perjaanya (Hamid, et al., 2003:40). Untuk itu, diperlukan adanya
pembinaan dam ditumbuhkan kesadaran juga kemampuan kerja yang tinggi. Apabila
pegawai dengan penuh kesadaran bekerja dengan optimal, maka tujuan organisasi
akan lebih mudah tercapai.
Seseorang yang dengan sadar terlibat
dalam aktivitas organisasi biasanya mempunyai latar belakang atau motivasi
tertentu. Menurut Maslow seperti yang dikutip (Supardi dan Anwar, 2004:52)
berpendapat sebagai berikut: social need adalah tuntutan kebutuhan akan rasa
cinta dan kepuasan akan menjalani hubungan dengan orang lain, kepuasan dan
perasaan memiliki serta diterima dalam suatu kelompok, rasa kekeluargaan,
persahabatan, dan kasih sayang. Menurut Hayes dan Abemathy (1980), dengan regas
mengatakan sebagian besar tuduhan yang tidak adil ditunjukkan kepada para
manajer yang sekarang dianggap tidak mempunyai dorongan kewiraswastaan dan
wawasan teknologi yang luas (Timpe, 1999:3). Salah satu permasalahan penting
bagi pimpinan dalam suatu organisasi ialah bagaimana memberikan motivasi kepada
karyawan untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Dalam hal ini, pimpinan
dihadapkan suatu persoalan bagaimana dapat menciptakan situasi agar bawahan
dapat memperoleh kepuasan secara individu dengan baik dan bagaimana cara
memotivasi agar mau bekerja berdasarkan keinginan dan motivasi untuk
berprestasi yang tinggi.
Menurut konsep sistem organisasi yang
ideal, aktivitas atau pekerjaan suatu organisasi merupakan suatu kolektivitas
sehingga dalam setiap penyelesaian rangkaian pekerjaan seorang karyawan
dituntut untuk bekerja sama, saling terkait dan tidak akan melepaskan diri
dengan karyawan lain dalam organisasi itu. Dalam sebuah organisasi, yang
menjadi perhatian utama adalah bagaimana menciptakan keharmonisan dan
keserasian dalam setiap pelaksanaan kegiatan atau aktivitas kerja tersebut.
Keharmonisan dan keserasian tersebut
dapat tercipta jika sistem kerja dibuat rukun dan kompak sehingga tercipta
iklim yang kondusif. Hal ini akan membuat para karyawan termotivasi untuk
bekerja dengan optimal yang pada akhirnya tujuan organisasi dapat terwujud
dengan tingkat efisien dan efektivitas yang tinggi.
Seseorang cenderung bekerja dengan penuh
semangat apabila kepuasan dapat diperolehnya dari pekerjaannya dan kepuasan
kerja karyawan merupakan kunci pendorong moral, kedisiplinan, dan prestasi
kerja karyawan dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan (Hasibuan,
2003:203). Kepuasan kerja yang tinggi atau baik akan membuat karyawan semakin
loyal kepada perusahaan atau organisasi.
Semakin termotivasi dalam bekerja,
bekerja dengan resa tenang, dan yang lebih penting lagi kepuasan kerja yang
tinggi akan memperbesar kemungkinan tercapainya produktivitas dan motivasi yang
tinggi pula. Karyawan yang tidak merasa puas terhadap pekerjaannya, cenderung
akan melakukan penarikan atau penghindaran diri dari situasi- situasi pekerjaan
baik yang bersifat fisik maupun psikologis.
Bila seseorang termotivasi, ia akan
berusaha berbuat sekuat tenaga untuk mewujudkan apa yang diinginkannya. Namun
belum tentu upaya yang keras itu akan menghasilkan produktivitas yang
diharapkan, apabila tidak disalurkan dalam arah yang dikehendaki organisasi.
Oleh karena itu, upaya harus diarahkan dan lebih konsisten dengan tujuan ke
dalam sasaran organisasi.
Unsur kebutuhan berarti suatu keadaan
internal yang menyebabkan hasil-hasil tertentu tampak menarik. Suatu kebutuhan
yang tidak terpuaskan akan menciptakan tegangan yang merangsang
dorongan-dorongan di dalam diri individu. Dorongan ini menimbulkan suatu
perilaku pencarian untuk menemukan tujuan-tujuan tertentu yang apabila tercapai
akan memenuhi kebutuhan itu dan mendorong ke pengurangan tegangan. Oleh karena
itu, melekat di dalam definisi motivasi adalah bahwa kebutuhan individu itu
sesuai dan konsisten dengan tujuan dan sasaran organisasi. Apabila nilai ini
tidak terjadi, maka akan terwakili individu-individu yang mengeluarkan tingkat
biaya tinggi, yang sebenarnya berlawanan dengan kepentingan organisasi.
Rendahnya produktivitas dan motivasi karyawan yang dihadapi sebenarnya
merupakan permasalahan klasik namun selalu up to date untuk didiskusikan.
Dari uraian di atas menunjukkan adanya
hubungan antara kepuasan dan motivasi kerja terhadap produktivitas kerja
karyawan. Jika membicarakan masalah produktivitas muncullah situasi yang
bertentangan karena belum adanya kesepakatan umum dari para ahli tentang maksud
pengertian produktivitas serta kriterianya dalam mengikuti petunjuk-petunjuk
produktivitas. Secara umum produktivitas diartikan atau dirumuskan sebagai
perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input) Hasibuan
(203:126).
Apabila produktivitas naik hanya
dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu, bahan, tenaga) dan
sistem kerja, teknik produksi, dan adanya peningkatan keterampilan tenaga
kerja. Menurut Blunchor dan Kapustin yang dikutip oleh Sinungan (1987: 9),
produktivitas kadang-kadang dipandang sebagai penggunaan intensif terhadap
sumber-sumber konversi seperti tenaga kerja dan mesin yang diukur secara tepat
dan benar-benar menunjukkan suatu penampilan yang efisiensi.
Internasional Labour Organization (ILO)
mengungkapkan bahwa secara lebih sederhana maksud dari produktivitas adalah
perbandingan secara ilmu hitung antara jumlah yang dihasilkan dan jumlah setiap
sumber yang dipergunakan selama produksi berlangsung (Hasibuan, 2003:126-127).
Ravianto (1995:21) memberikan rumusan produktivitas kerja sebagai berikut.
Produktivitas Kerja = fungsi (Mot + Kec
+ Kepr + Per) + Kep
Faktor-faktor peiningkatan
produktivitas, Pertama, perbaikan terus menerus, yaitu upaya meningkatkan
produktivitas kerja salah satu implementasinya ialah bahwa seluruh komponen
harus melakukan perbaikan secara terus-menerus. Pandangan ini bukan hanya
merupakan salah satu kiat tetapi merupakan salah satu etos kerja yang penting
sebagai bagian dari filsafat manajemen mutakhir. Suatu organisasi dituntut
secara terus-menerus untuk melakukan perubahan-perubahan, baik secara internal
maupun eksternal. Perubahan internal contohnya, yaitu: (a) perubahan strategi
organisasi; (b) perubahan kebijakan tentang produk; (c) perubahan pemanfaatan
teknologi; (d) perubahan dalam praktek-praktek sumber daya manusia sebagai
akibat diterbitkannya perundang-undangan baru oleh pemerintah. Perubahan
eksternal, meliputi: (a) perubahan yang terjadi dengan lambat atau evolusioner
dan bersifat acak; (b) perubahan yang tinggi secara berlahan tetapi
berkelompok; (c) perubahan yang terjadi dengan cepat karena dampak tindakan
suatu organisasi yang dominan peranannya di masyarakat; dan (d) perubahan yang
terjadi cepat, menyeluruh dan kontinyu.
Kedua, peningkatan mutu hasil pekerjaan.
Peningkatan mutu hasil pekerjaan dilaksanakan oleh semua komponen dalam
organisasi. Bagi manajemen, misalnya, perumusan strategi, penentuan kebijakan,
dan proses pengambilan keputusan. Yang tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan
kegiatan organisasi yaitu mutu laporan, mutu dokumen, mutu penyelenggaraan rapat,
dan lain-lain.
Ketiga, pemberdayaan sumberdaya manusia.
Memberdayakan sumberdaya manusia mengandung kiat untuk: (a) mengakui harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk yang mulia, mempunyai harga diri, daya nalar,
memiliki kebebasan memilih, akal, perasaan, dan berbagai kebutuhan yang
beraneka ragam; (b) manusia mempunyai hak-hak yang asasi dan tidak ada manusia
lain (termasuk manajemen) yang dibenarkan melanggar hak tersebut. Hak-hak
tersebut yaitu hak menyatakan pendapat, hak berserikat, hak memperoleh
pekerjaan yang layak, hak memperoleh imbalan yang wajar dan hak mendapat
perlindungan; (c) penerapan gaya manajemen yang partisipasif melalui proses
berdemokrasi dalam kehidupan berorganisasi. Dalam hal ini pimpinan
mengikutsertakan para anggota organisasi dalam proses pengambilan keputusan.
Keempat, kondisi fisik tempat bekerja
yang menyenangkan.Kondisi fisik tempat kerja yang menyenangkan memberikan
kontribusi nyata dalam peningkatan produktivitas kerja, antara lain: (a)
ventilasi yang baik; (b) penerangan yang cukup; (c) tata ruang rapi dan perabot
tersusun baik; (d) lingkungan kerja yang bersih; dan (e) lingkungan kerja vang
bebas dari polusi udara. Kelima, umpan balik. Pelaksanaan tugas dan karier
karyawan tidak dapat dipisahkan dari penciptaan, pemeliharaan, dan penerapan
sistem umpan balik yang objektif, rasional, baku, dan validitas yang tinggi.
Objektif dalam arti didasarkan pada norma-norma yang telah disepakati bukan
atas dasar emosi, senang atau tidak senang pada seseorang. rasional dalam arti dapat
diterima oleh akal sehat. Jika seseorang harus dikenakan sangsi disiplin,
status berat-ringannya disesuaikan dengan jenis pelanggarannya. Validitas yang
tinggi, dalam arti siapapun yang melakukan penilaian atas kinerja karyawan
didasarkan pada tolok ukur yang menjadi ketentuan. Menurut Dessler (1997:10),
pentingnya peningkatan produktivitas dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi
adalah: (a) peningkatan produktivitas dapat berarti peningkatan hasil yang
dicapai dengan penggunaan sumberdaya secara efektif dan efisien; dan (b) hal
tersebut akan memberikan sumbangan besar dalam pertumbuhan ekonomi nasional
yang lebih kuat. Kaitannya dengan upah meliputi: (a) aspek peningkatan
produktivitas dapat berupa penurunan biaya produksi dan peningkatan kemampuan
bersaing karena hasil jumlah produksi bertambah dan harga ditekan lebih rendah;
(b) apabila hal tersebut dibarengi dengan pembinaan pasar maka keuntungan akan
meningkat; (c) bertambah besarnya keuntungan antara lain dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan tingkat upah dan perluasan usaha. Hubungannya dengan aspek
kesejahteraan mencakup: (a) peningkatan produktivitas dapat mempengaruhi
kenaikan taraf hidup dan (b) jika upah meningkat maka dapat untuk membiayai
kebutuhan hidup akan lebih baik.
Kepuasan kerja secara umum menyangkut
sikap seseorang mengenai pekerjaannya. Karena menyangkut sikap, pengertian
kepuasan kerja mencakup berbagai hal seperti kondisi dan kecenderungan perilaku
seseorang. Kepuasan- kepuasan itu tidak tampak serta nyata, tetapi dapat diwujudkan
dalam suatu hasil pekerjaan. Salah satu masalah yang sangat penting dalam
bidang psikologi industri adalah mendorong karyawan untuk bekerja dengan lebih
produktif. Untuk itu, perlu diperhatikan agar karyawan sebagai penunjang
terciptanya produktivitas kerja dalam bekerja senantiasa disertai dengan
perasaan senang dan tidak terpaksa sehingga akan tercipta kepuasan kerja para
karyawan. Kepuasan kerja akan berbeda pada masing- masing individu. Sangat
sulit untuk mengetahui ciri-ciri kepuasan dari masing-masing individu. Namun
demikian, cerminan dari kepuasan kerja itu dapat diketahui.
Untuk mengetahui tentang pengertian
kepuasan kerja ada beberapa pendapat sebagaimana hasil penelitian Herzberg,
bahwa faktor yang mendatangkan kepuasan adalah prestasi, pengakuan, pekerjaan
itu sendiri, tanggungjawab, dan kemajuan (Armstrong, 1994: 71). Pendapat lain
menyatakan kepuasan kerja (job salisfaction) adalah keadaan emosional yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan di mana para karyawan memandang pekerjaan
mereka (Handoko, 2001:193). Sedangkan Wexley dan Yulk (1977) yang disebut
kepuasan kerja ialah perasaan seseorang terhadap pekerjaan.
Kepuasan kerja berhubungan erta dengan
faktor sikap. Seperti dikemukakan oleh Tiffin (1964) kepuasan kerja berhubungan
erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja,
kerjasama antara pimpinan dengan sesama karyawan (dalam As'ad, 2003: 104).
Sejalan dengan itu, Martoyo (2000:142)
kepuasan kerja (job salisfaction) adalah
keadaan emosional karyawan di mana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu
antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan
tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang
bersangkutan. Balas jasa kerja karyawan ini, baik yang berupa finansial maupun
yang nonfinansial.
Kepuasan kerja merupakan persoalan umum
pada setiap unit kerja, baik itu berhubungan motivasi, kesetiaan ataupun
ketenangan bekerja, dan disiplin kerja. Menurut Hulin (1966) gaji merupakan
faktor utama untuk mencapai kepuasan kerja. Pendapat ini tidak seluruhnya salah
sebab dengan mendapatkan gaji ia akan dapat melangsungkan kehidupannya
sehari-hari. Tetapi kenyataannya gaji yang tinggi tidak selalu menjadi faktor
utama unluk mencapai kepuasan kerja. Kenyataan lain banyak perusahaan telah
memberikan gaji yang cukup tinggi, tetapi masih banyak karyawan yang merasa
tidak puas dan tidak senang dengan pekerjaannya. Gaji hanya memberikan kepuasan
sementara karena kepuasan terhadap gaji sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan
nilai orang yang bersangkutan (As'ad, 2003:113).
Menurut Blum menyatakan faktor-faktor
yang memberikan kepuasan kerja adalah: (a) faktor individual, meliputi: umur,
kesehatan, watak dan harapan; (b) faktor sosial, meliputi: hubungan
kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan berekreasi, kegiatan perserikatan
pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan; (c) faktor utama
dalam pekerjaan, meliputi: upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja,
dan kesempatan untuk maju. Selain itu, juga penghargaan terhadap kecakapan,
hubungan sosial di dalam pekerjaan, kelepatan dalam menyelesaikan konflik antar
manusia, perasaan diperlakukan adil. baik yang menyangkut pribadi maupun tugas
(dalam As'ad, 2003:114).
Ahli lain, Ghiselli dan Brown
mengemukakan lima faktor yang menimbulkan kepuasan (dalam As'ad, 2003:112-113)
yaitu: pertama, kedudukan (posisi), umumnya ada anggapan bahwa orang yang
bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan lebih puas daripada bekerja pada
pekerjaan yang lebih rendah.
Beberapa penelitianmenunjukkan bahwa hal
tersebut tidak selalu benar, perubahan tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi
kepuasan kerja. Kedua, pangkat (golongan), pada pekerjaan yang mendasarkan
perbedaan tingkat (golongan) sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukan
tertentu pada orang yang melakukannya. Apabila ada kenaikan upah, maka sedikit
banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat dan kebanggaan terhadap
kedudukan yang baru itu akan merubah perilaku dan perasaan. Ketiga, umur
dinyatakan bahwa ada hubungan antara kepuasan kerja dengan umur karyawan. Umur
antara 25sampai 34 tahun dan umur 40 sampai 45 tahun adalah merupakan umur-umur
yang bisa menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan. Keempat, jaminan
finansial dan jaminan sosial. Masalah finansial dan jaminan sosial kebanyakan
berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Kelima, mutu pengawasan, hubungan antara
karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting dalani arti menaikkan
produktivitas kerja. Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan
hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan sehingga karyawan akan merasa
bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari oiganisasi kerja (sense of
belonging). Kepuasan kerja karyawan ini akan diukur melalui penilaian responden
terhadap beberapa indikator seperti hubungan dengan pimpinan, hubungan dengan
rekan, lingkungan fisik kerja, saran ataukritik dari rekan kerja, hasil
penyelesaian tugas dan tanggung jawab, perasaan di tengah keluarga berkaitan
dengan kebutuhan tugas di kantor, perasaan jika mendapat penghargaan atau
pujian dari atasan, perasaan atau penilaian terhadap gaji, tunjangan dan bonus
yang diberikan instansi, penilaian terhadap jaminan/asuransi kesehatan, jaminan
pensiun, penilaian terhadap cuti kerja.
Motivasi menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau
tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu, atau
usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau sekelompok orang tertentu
bergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya
atau mendapat kepuasan atas perbuatannya.
Supardi dan Anwar (2004:47) mengatakan
motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan
individu untuk melakukan kegiatan- kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
Motivasi yang ada pada sescorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan
pada tujuan mencapai sasaran kepuasan.
Jadi, motivasi bukanlah yang dapat
diamati tetapi adalah hal yang dapat disimpulkan adanya karena sesuatu perilaku
yang tampak.
Siagian (2002:255), menyatakan bahwa
yang diinginkan seseorang dari pekerjaannya pada umumnya adalah sesuatu yang
mempunyai arti penting bagi dirinya sendiri dan bagi instansi. Menurut
Heidjachman dan Husnan (2003:197), motivasi merupakan proses untuk mencoba
mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang kita inginkan. Untuk
membangun produktivitas dan motivasi pekerja ada dua hal yang harus dilakukan:
pertama, carilah pembayaran pekerjaan individual seseorang; dan kedua, bantu
mereka mencapai pembayaran untuk setiap tugas tambahan yang diberikan sehingga
baik kebutuhan instansi maupun individu tercapai (Timpe, 1999: 61).
Menurut As'ad (2003:45), motivasi
seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut
merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat sehingga motivasi tersebut
merupakan driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan di
dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu. Lebih lanjut Wexley &
Yukl (1977), yang dikutip oleh As'ad (2003: 45), memberikan batasan mengenai
motivasi sebagai the process by which behavior is energized and directed.
Motivasi merupakan hal yang melatar belakangi individu berbuat untuk mencapai
tujuan tertentu. Seseorang yang denean sengaja mengikatkan diri menjadi bagian
dari organisasi mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, salah satunya
adalah agar mereka dapat berinteraksi dengan manusia lainnya dan agar kebutuhan
hidupnya dapat terpenuhi.
Menurut Hasibuan (2003:92) motivasi
berasal dari kata latin movere yang berarti ‘dorongan atau daya penggerak’.
Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau
pengikut. Motivasi penting karena dengan motivasi ini diharapkan setiap
individu karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas
kerja yang tinggi. Motivasi harus dilakukan pimpinan terhadap bawahannya karena
adanya dimensi tentang pembagian pekerjaan untuk dilakukan dengan
sebaik-baiknya, bawahan sebetulnya mampu akan tetapi malas mengerjakannya,
memberikan penghargaan dan kepuasan kerja.
Sebenarnya banyak pembahasan teori-teori
motivasi, namun ada beberapa yang cukup menonjol adalah antara lain sebagai
berikut: Teori Maslow, mengenai tingkatan dasar manusia yaitu: (a) kebutuhan
fisiologi dasar, (b) keselamatan dan keamanan, (c) cinta/kasih sayang, (d)
penghargaan, (e) aktualisasi diri (self actualization). Menggarisbawahi
pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa bergabungnya seseorang dalam
organisasi didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan, berupa penghasilan
yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhannya. Suasana batin (:psikologis)
seorang karyawan sebagai individu dalam organisasi yang menjadi lingkungan
kerjanya tampak selalu semangat atau gairah keija yang menghasilkan kegiatan
kerja sebagai kontribusi bagi pencapaian tujuan organisasi tempatnya bekerja.
Secara psikologis menunjukkan bahwa
kegairahan semangat seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya sangat
dipenuhi oleh motivasi kerja yang mendorongnya. Tegasnya, setiap karyawan
memerlukan motivasi yang kuat agar bersedia melaksanakan pekerjaannya secara
bersemangat, bergairah, dan berdedikasi (Nawawi, 1997:356). Persoalannya adalah
bagaimanakah pengaruh kepuasan dan motivasi terhadap produktivitas kerja
seseorang.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi. 2003. Manajemen. Jakarta: Rineka Cipta.
Armstrong,
M. 1994. Manajemen Sumber Daya Manusia Jakarta: Alex Media Kompetindo.
As’ad,
M. 2003. Psikologi Islami: Seri Sumber Daya Manusia. Yogjakarta: Liberty.
Dessler,
G. 1997. Human Resource Management (Seventh Edition). London: Prince Hall
International Inc.
Gaspersz,
Vincent. 2003. Total Quality Management. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hamid,
E.S. Rowi, Budiman. 2003. Membangun Profesional Muhammadiyah.Yogjakarta: LPTP
Muhammadiyah dan UAD Press.
Handoko,
T.H. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogjakarta: BPFE
Press.
Hasibuan,
M. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasibuan,
M. 2003. Organisasi dan Motivasi: Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta:
Bumi Aksara.
Heiddjrachman
dan Husnan, S. 2002. Manajemen Personalia. Yogjakarta: BPFE.
Jarwadi,
S. 2001. „Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Produktivitas
Karyawan
PT Deltomed Laboratories Wonogiri“, Tesis Tidak Dipublikasikan,Program
Pascasarjana UMS, Surakarta.
Kuncoro,
M. 2004. Metode Kuantitatif. Yogjakarta: UPP AMP.
Marsono,
B. 2005. „Faktor-faktor Penentu Produktivitas Kerja Pegawai Kantor
Sekretariat
Daerah Kabupaten Karanganyar“, Tesis Tidak Dipublikasikan, Program Pascasarjana
UMS, Surakarta.
Martoyo,
S. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogjakarta: BPFE.
Nawawi.
1998. Sumber Daya Manusia untuk Bisnis yang Kompetitif. Jakarta: Prenhalindo.
Pareek,
U. 1996. Perilaku Organisasi: Seri Manajemen. Jakarta: Ikrar Mandiri.
Ravianto.
1987. Ekonomi Teknik. Jakarta: Sarana Informasi Usaha.
Sekaran,
U. 2003. Research Methods for Business. USA: John Wiley Inc.
Setiaji,Bambang.
2004. Riset dengan Pendekatan Kuantitatif. Surakarta: Muhammadiyah University
Press.
Siagian,
S.P. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Sudjana.
2002. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiyono
dan Wibowo, E. 2002. Statistik Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono.
2004. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Supardi
dan Anwar, S. 2004. Dasar-dasar Perilaku Organisasi. Yogjakarta: UII Press.
Timpe,
D.A. 1999. Produktivitas: Seri Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Alex
Media Komputindo.
Wahyuddin,
M. 2004. Industri dan Orientasi Ekspor. Surakarta: Muhammadiyah University
Press.
Post a Comment
Terima Kasih atas kunjungan anda. Jika Anda COPAS Tolong cantumkan Link Sumber. Mohon gunakan kata-kata yang sopan dalam memberikan komentar.
Komentar SPAM, SARA dan sejenisnya tidak akan di tampilkan.
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan berkomentar :)