Muhammad Ainun Nadjib | Diambil dari buku : Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai
Salah satu kelompok manusia yang paling memperoleh empati dan kasih
Allah adalah anak-anak yatim. Ketika Ia “mendaftari” delapan jenis
(posisi sosial) manusia yang harus disantuni: anak yatim menempati
urutan pertama. Kriteria pendustaan terhadap ibadat shalat, misalnya,
oleh Allah disebutkan hal ‘mengabaikan anak yatim” sebagal indikator
utama.
Atau contoh lain, tatkala Allah menuturkan betapa Ia telah menolong
manusia dari kesukaran menuju kemudahan: “imbalan” yang paling Ia
mintakan untuk diprioritaskan ialah “jangan berlaku sewenang-wenang
terhadap anak yatim”. Rupanya tak ada hamba yang lebih “menyentuh hati
Allah” melebihi anak-anak yatim. “Dunia modern adalah produser utama
anak-anak yatim!” berkata Kiai Sudrun pada suatu ha/aqah. Orang tak
begitu paham. “Apa maksud Kiai?”. “Dunia modern sangat menawarkan suatu
tata hidup yang merenggangkan hubungan kasih kemanusiaan. Hati manusia
sangat berjarak satu sama lain.
Segala sistem yang dihasilkan merupakan potret dan kesaling tak
percayaan antar manusia. Dunia modern, atau dunia yang disebut modern
oleh orang-orang yang merasa modern, sangat mengabdi kepada penaklukan.
Struktur sosialnya berupa kekuasaan dan ketakberdayaan. Format
keberlangsungan hidupnya berupa kemenangan dan kekalahan. Bahkan alam
semesta dan segala isinya, sejauh bisa dijangkau oleh manusia “modern”,
selalu jadikan “anak-anak yatim”. “Di kota-kota besar, anak-anak
diyatimkan oleh orang tua mereka sendiri. Hak waktu mereka untuk bertemu
dengan orang tua mereka sangat dikurangi. Hak mereka untuk memperoleh
tingkat dan kualitas kasih sayang seperti yang seharusnya diperoleh dan
peradaban orang pandai yang modern itu diterlantarkan. Hak mereka untuk
memperoleh pendidikan akal budi yang baik, tanggungjawab sosial,
kesadaran ke alam semestaan, atau pengenalan atas nurani dirinya
sendiri, amat sedikit dipenuhi.
Hak mereka untuk memperoleh informasi dan peluang empiris dalam
meniti kembali jalan menuju Tuhannya, dibutuhkan sejak sebelum siang
hari kehidupan mereka. Mereka menjadi jauh tidak saja dan orang tuanya,
tapi juga dan dirinya sendiri, dan segala bentuk kasih sayang kebudayaan
kemanusiaan yang semestinya terhampar di bumi dan cakrawala mereka.
Jarak dari itu semua membuat mereka berada dalam kegelapan di tengah
sesuatu yang seolah-olah merupakan cahaya. Maka mereka berkelahi satu
sama lain, menonjok dan mengalahkan satu sama lain. Langsung maupun tak
langsung”. Berlagak seperti seorang pujangga, Sudrun melanjutkan: “Di
negeri orang-orang berpengetahuan tinggi yang menyebut diri modern ini
dalam banyak hal, negara meyatimkan rakyatnya, pamong meyatimkan
penduduknya, pemimpin meyatimkan ummatnya – kemudian Sudrun tertawa
kecil – “Seperti Saudara-saudara sekalian ini, sebagai ummat, siapakah
Bapak Ibu sejarah Anda?”
Sumber: kenduricinta.com
Post a Comment
Terima Kasih atas kunjungan anda. Jika Anda COPAS Tolong cantumkan Link Sumber. Mohon gunakan kata-kata yang sopan dalam memberikan komentar.
Komentar SPAM, SARA dan sejenisnya tidak akan di tampilkan.
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan berkomentar :)