Gaya hidup yang dipilih remaja cenderung memilih gaya hidup bebas atau lebih akrab dengan pergaulan bebas. Pergaulan bebas cenderung mengikuti gaya kehidupan orang asing, dimana orang bebas melakukan hal-hal yang diinginkannya tanpa memperhatikan norma dan aturan yang berlaku. Gaya hidupnya akrab sekali dengan fashion yang tidak menutup aurat, seks bebas, napza, dunia malam, dll. Berbeda dengan budaya timur yang masih menjujung tinggi norma dan aturan yang berlaku, serta masih mengenal hal yang tabu, jadi sering sekali kita (baca: saya dan Anda) mendengarkan ungkapan “jauhi pergaulan bebas”.
Jika saya beranggapan cara berpakaian anak remaja jauh dari sebutan sopan, tidak terlalu berlebihan tidak? Hal ini memang riil adanya memang sekilas busana yang dikenakan terlihat sopan, celana panjang jins dan t-shirt. Tapi coba Anda perhatikan lebih lama lagi busana yang mereka kenakan, dengan celana jins yang mepet dan t-shirt yang ketat, secara tidak langsung mereka memamerkan lengkuk tubuh mereka. Entah itu ketidak sengajaan karena efek yang ditimbulkan dari pakaian itu atau mereka memang ingin memamerkan lakuk tubuhnya. Jika saya megatakan pakaian anak kecil dan anak remaja sulit dibedakan, tidak terlalu kejam bukan? Karena Itu memang benar nyatanya. Selain tidak menutup aurat, gaya busana anak muda sekarang adalah main warna. Jika warna yang dipadukan serasi, saya rasa tidak akan ada nada tanggapan negtiv dari masyarakat, namun anak muda sekarang sering memadukan warna-warna yang tidak kontras, saya menyebutnya “ambrol radol” (baca: tidak bagus). Ini tidak hanya terjadi pada satu golongan saja, tapi hampir semua anak remaja bangga berbusana seperti itu. Tidak jarang penampilan mereka mengikuti sosok idola. Dengan menggunakan cara apapun mereka membeli barang-barang yang sama dengan idola mereka, meskipun barang itu tidak asli. Berbagai fahion baru tumbuh bagai cendawan, ada trend punk, funky, rappers, gengster, skinhead, grunge dan sebagainya. Trend demikian bukan hanya di kalangan kaum lelaki malah kaum perempuan. Demikian pula dengan model rambut yang lebih mengarah ke potongan yang aneh-aneh dari pada memilih gaya yang biasa saja. Ada yang mengikuti gaya potongan ala jepang, artis korea, dll. Mereka lebih suka memilih gaya orang lain dari pada menyesuaikan dengan gaya mereka sendiri. Rambut juga dicat warna-warni, meskipun aturan sekolah sudah melarangnya. Aturan seakan sudah tidak berlaku lagi bagi mereka. Selain itu banyak tindik dan tato dimana-mana, mereka tidak peduli dengan statusnya yang masih pelajar maupun mahasiswi.
Eksploitasi seksual dalam video klip, majalah, televisi dan film-film ternyata mendorong para remaja untuk melakukan aktivitas seks secara sembarangan di usia muda. Jika jaman dahulu wanita meraa jijik saat tubuhnya disentuh lelaki, kini diremas-remas merupakan hal yang biasa. Maka tidak mungkin seks juga merupakan hal biasa dalam menghiasi masa pacaran. Pacaran tanpa melakukan seks bagi mereka adalah sayur tanpa bumbu, tidak berasa sama sekali. Seks dijadikan kebutuhan pokok yang harus terpenuhi. Tubuh tidak lagi disakralkan oleh kaum remaja putri, tapi diumbar begitu saja. Banyak hal yang dilakukan hanya untuk pemuasan nafsu belaka. Mereka tidak memikirkan resiko yang akan di tanggung. Kepercayaan dan suka sama suka dijadikan alasan yang wajib dibuktikan dengan tindakan yang meugikan diri sendiri. Bukan hanya mahasiswi saja yang melakukan seks bebas, kini seks bebas mewabah di kalangan SMP. Anak-anak usia 14 tahun sudah mengenal gaya pacaran yang tidak ada batasnya, yang berakhir pada kehamilan. Padahal mereka tidak tahu resiko apa yang akan dihadapi. Setiap bulan kasus HIV dan kehamilan meningkat 20 %, yang kebanyakan pasiennya adalah mahasiswi dan pelajar. Saya yakin semua agama mempunyai sanksi tentang seks bebas. Namun nampaknya para penerus bangsa ini sudah dibutakan oleh cinta yang tidak bermoral. Ketakutan akan kehilangan cinta sudah membutakan hati mereka pada keimanan dan harga diri.
Tidak ada bedanya dengan tempat tongkrongan anak muda sekarang seperti cafe, mall, tempat clubbing, lesehan, dll. tempat-tempat itu akrab sekali dengan dunia malam. Clubbing misalnya, clubbing atau dikostik ini buka pada jam malam yaitu sekitar jam 19.00-03.00. Seperti Anda ketahui mall, memang buka dari pagi hari. Namun pagi, remaja putri menyelesaikan tugasnya sebagai pelajar dan mahasiswi sampai jam belajrnya selesai, sehingga mereka meilih malam hari untuk berkumpul di mall. Jika tidak ada yang mempunyai teman, mereka membawa laptop-nya kesana kemari hanya untuk mencari wifi gratis. Lalu membuka situs-situs yang tidak penting. Cafe pada umumnya tempat memesan makanan, tapi para “ayam kampus” memanfaatkannya sebagai tempat “berjualan” agar terkesan lebih terhormat, tidak di pinggir jalan. Berkumpul di kos, ijinnya belajar bersama-sama tapi malah pacran bersama-sama. Janjian dengan pacar di mall, lalu nongkrong bareng dipinggir jalan. Berkumpul di lesehan, tertawa ngakak, tidak hanya hidangan makanan yang di esan tapi ada hidangan “plus-plus” yang memang sengaja di bawa.
Jika dilihat sebetulnya dari tempat tongkrongan itu seharusnya mereka bisa menghasilkan sesuatu yang positif. Misalnya, menghasilkan karya seni, pernak-pernik, dll. Memang ada beerapa remaja yang yang sudah merealisaikan hal itu, namun masih bisa dihitung dengan jari. Lalu apa yang dilakukan remaja lainnya saat berada di tempat tongkrongan? Yang saya sebutkan diatas hanya sebagian kecil hal negative yang dilakukan anak muda di tempat ia berkumpul dengan teman-temanya.
Gaya bicara pun tak ketinggalan mengikuti era gloalisasi. Jika dulu Anda masih mendengar kata “sampeyan” dan “kulo” kini kata-kata itu berubah menjadi ‘gue” dan “lo. Apalagi kalau sms bahasa sulit sekali untuk dimengerti, bahkan sulit untuk dibaca, misalnya “M4m j3mpt 4ku y4 j4m 5 t3t…d0n’t l4t3,t2.” Anda pasti pernah mengalami hal seperti itu, kesulitan membaca pesan dari anak Anda. Selain itu banyak kontek-kontek bahasa yang tidak sesuai pada penggunaannya. Misalnya “pede aja” bila digunakan dalam kontek yang tepat kata ini sebenarnya membangun rasa kepercayaan diri seseorang. Namun ironisnya, himbauan, saran, atau perlunya seseorang untuk bersikap percaya diri juga cenderung tidak dibatasi dengan norma-norma.
Suatu hari saya jalan-jalan ke mall, saya melihat sekelompok gadis mengenakan rok mini dan u can see. Dari belakang ada yang mengatakan mereka norak. Dengan kompak mereka mengatakan “pede aja”. Saya heran apakah mereka memang merasa lebih pede dengan model pakaian yang demikian atau mereka menutupi rasa malu mereka dengan membangkitkan rasa percaya diri mereka? “Kasihan deh lo” termasuk bahasa gaul yang masih cenderung normless. Masih dengan alasan yang sama, kalimat itu sering terlontar pada konteks yang salah. Sebagai contoh, seorang remaja yang tidak mau mengikuti tren tertentu dianggap “kasihan deh lo”. Begitu pula dengan remaja yang membatasi diri dari perilaku yang sesungguhnya memang harus dihindari karena tidak sesuai dengan norma-norma. Masih banyak lagi bahasa-bahasa yang di ungkapkan anak remaja, yang tidak sesuai dengan kontek kalimat dan maka yang sesungguhnya.
Para remaja itu juga tidak pernah ketinggalan yang namanya drugs. Drugs merupakan teman mereka saat mereka membutuhkan teman. Drugs bagaikan makanan sehari-hari. Tidak hanya laki-laki tapi perempuan menjadi konsumen dari barang ini. Pernah saya bertanya pada salah satu remaja kampung saya, yang kebetulan konsumen drugs untuk memilih makan atau drugs. Jawaban yang saya dengar bagitu mengejutkan ia memilih drugs. Seperti yang Anda ketahui drugs sangat berbahaya bagi kesehatan remaja. Tetapi malah banyak remaja yang menjadi konsumen tetap barang haram itu. hal ini disebabkan salah didikan atau rendahnya moral bangsa.
Gaya hidup yang selalu ingin terlihat up to date, membuat para remaja putri ini melakukan hal-hal yang tidak bisa diterima dengan akal sehat. Hanya karena keinginan untuk mempunyai uang yang banyak agar bisa sejajar dengan teman-temannya yang mampu, membuat mereka harus berprofesi ganda. Seperti yang saya sebutkan diatas tadi yaitu ayam kampus. Ayam kampus adalah sebutan bagi mahasiswi “panggilan”. Selain belajar di kampus ia juga melayani kliennya sebagai pemuas hawa nafsu. Bukan hanya mahasiswi saja anak-anak SMA pun mempunyai pekerjaan lain dielakang statusnya sebagai pelajar. Hanya saja sebutan mereka berbeda, jika mahasiswi disebut “ayam kampus” maka anak-anak SMA ini disebut “kupu-kupu malam” atau “ciblek cilik”. Siang hari mereka belajar, bahkan mereka juga tidak lupa kewajibannya beribadah. Setelah malam tiba mereka seakan melupakan status dan kewajiannya, mereka berubah menjadi orang yang tidak punya harga diri.
Masih banyak sekali gaya hidup yang tidak bertanggung jawab yang di lakukan oleh para penerus bangsa ini. Jika anak Anda salah satu diantara mereka Anda harus over untuk mengawasinya, namun jika anak memilih gaa hidup sewajarnya anak remaja, Anda perlu waspada karena suatu hari nanti anak Anda bisa terpengaruh. Saat ia tidak mempunyai pegangan yang kuat. Waspada tidak berarti berlebihan. Dari kewaspadaan itu Anda bisa mendidik anak Anda dengan baik.
Post a Comment
Terima Kasih atas kunjungan anda. Jika Anda COPAS Tolong cantumkan Link Sumber. Mohon gunakan kata-kata yang sopan dalam memberikan komentar.
Komentar SPAM, SARA dan sejenisnya tidak akan di tampilkan.
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan berkomentar :)