Spiritual bagi anak muda sekarang bukanlah menjadi hal kusus yang harus menjadi prioritas utama. Kehidupan agama itu tergantikan oleh budaya-budaya baru. Budaya-budaya baru itu adalah budaa pop yaitu mall, internet, café, handphone, dll.
Mereka lebih memilih pergi ke mall, café, dan tempat-tempat tongkrong lainnya dari pada harus ke tempat ibadah. Mereka juga memilih membaca majalah cosmo girl dari pada membaca kitab suci. Sikap yang dtunjukan oleh anak-anak sangatlah memprihatinkan. Kurangnya pendidikan spiritual membuatnya terjerumus dalam sisi gelap kehidupan. Dalam berpacaran mialnya, mereka sering sekali melanggar aturan agama yang berlaku.
Ketaatannya dalam beribadah pun juga semakin kurang. Sebagian dari mereka ada yang taat, ada pula yang setengah-setengah, namun ada yang tidak sama sekali. Hanya sekian persen dari jumlah remaja yang ada di Indonesia yang taat pada agamanya. Bisa jadi lainnya hanya agama dalam KTP (hana untuk status dalam KTP). Mereka hanya taat saat mereka mendapatkan masalah atau saat hari raa agama yang dianut.
Membicarakan soal kehidupan spiritual remaja putri selalu dikaitkan dengan kasus aborsi. Kasus ini sering sekali terjadi pada remaja putri yang notabenya sebagai pelajar SMA. Masalah aborsi merupakan persoalan kontroversial yang mesti dicermati dengan lemah lembut dan penuh kehati-hatian. Penyajian informasi yang tidak berimbang juga sering mengundang reaksi keras, seakan-akan semua pelaku aborsi bayi dalam janin adalah para pembunuh berdarah dingin. Bagi para remaja yang hamil di luar pernikahan, pilihan aborsi acap kali merupakan keputusan yang diambil dengan penuh kebingungan, ketakutan, dan keputusasaan. Jauh berbeda dengan sosok seorang pembunuh berdarah dingin. Bagi mereka dan kaum wanita lainnya, aborsi merupakan suatu jalan keluar yang menyakitkan dan memang demikianlah seharusnya karena ada hal- hal dalam hidup ini yang tak akan terselesaikan melalui proses rasionalisasi yang seberapa canggihnya pun. Anak-anak remaja putri ini berangaapan bahwa aborsi merupakan tindakan medis yang sudah biasa. Karena praktik aborsi pada umumnya terjadi dalam suatu perawatan medis dan mengikutsertakan tenaga medis, maka ada yang beranggapan bahwa aborsi merupakan fenomena atau hanya tindakan medis semata. Suatu persepsi yang salah karena dilandasi dasar pemikiran yang salah. Sebagai perbandingan saya akan menceritakan suatu kejadian yang melibatkan tenaga medis, namun sama sekali tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan medis.
Dalam upayanya memerangi obat-obatan terlarang yang masuk melalui pintu selatan, Amerika Serikat menyelundupkan salah seorang polisinya masuk menjadi salah seorang anggota kelompok pengedar obat terlarang di Meksiko. Malang tak dapat ditolak, penyamaran polisi ini terbongkar dan akhirnya ia pun dibunuh secara kejam. Sebelum ia mati, ternyata polisi ini mengalami penyiksaan yang sangat kejam dan setiap kali ia pingsan kesakitan, ia menerima suntikan dari seorang dokter agar cepat siuman. Tujuan intervensi medis ini jelas, yakni supaya polisi tersebut mencicipi setiap siksaan dan penderitaan yang ditimpakan kepadanya dalam kesadaran penuh.
Saya yakin ada di antara Anda yang akan berseru bahwa dalam contoh di atas tindakan dokter itu tidak dapat disebut perawatan medis. Betul sekali! Sesuai dengan sumpah Hipokrates, perawatan medis bertujuan pada pelestarian hidup, bukan penyiksaan, apalagi penghentian hidup. Tindakan dokter tersebut bukanlah perawatan medis melainkan intervensi medis yang tujuannya bertolak belakang dengan penyembuhan, apalagi pelestarian hidup. Demikian pula dengan praktik aborsi di kalangan wanita yang hamil di luar nikah. Tindakan medis yang terlibat dalam proses aborsi seperti itu tidaklah dapat dikategorikan sebagai perawatan medis karena tidak bertujuan untuk pelestarian atau pemulihan hidup. Sebaliknya, yang terjadi adalah penghentian hidup. Nah, sekarang mungkin ada di antara Anda yang berkeberatan dengan istilah, “hidup” seperti yang saya gunakan di atas. Anda mungkin mempertanyakan, apakah janin yang masih belum lengkap dapat dikategorikan hidup. Sebagai perbandingan saya akan menggunakan peristiwa menggemparkan yang terjadi beberapa tahun yang lalu. Ternyata manusia menemukan bahwa ada tanda-tanda kehidupan di planet Mars dan penemuan ini tentu menyenangkan hati para ilmuwan. Tetapi sebelum kita terlalu bersenang hati dengan penemuan itu, coba kita perhatikan terlebih dahulu apa yang mereka maksudkan dengan “kehidupan” di Mars. Ternyata yang disebut kehidupan di Mars tidak lain dan tidak bukan adalah tumbuhan-tumbuhan sejenis lumut yang hidup di sana masih terlalu jauh untuk dapat dikategorikan sebagai kehidupan yang lengkap, apalagi jika dibandingkan dengan kemungkinan adanya makhluk hidup seperti manusia. Sungguh pun demikian para ilmuwan memanggilnya “kehidupan”. Di pihak lain, janin yang sudah mempunyai sebagian anggota tubuh dan bisa ada karena ibu yang mengandungnya hidup, disebut gumpalan.
Aborsi tidaklah dapat dilihat sebagai prosedur medis belaka karena masih ada kriteria medis itu sendiri yang belum terpenuhi oleh tuntutan aborsi. Aborsi tak dapat digumpalkan menjadi suatu terminologi medis yang hampa nilai etis-rohani, bak menghilangkan kutil dari kulit. Aborsi sarat dengan muatan etis-rohani sebab memang itulah aborsi.
Tindakan aborsi juga bukan salah satu hak asasi yang wajib dilakukan oleh siapa saja. Ada hukum yang melembagakan hak asasi ibu di atas hak asasi bayi selama bayi itu belum berumur 3 bulan. Dengan kata lain, aborsi bebas dilakukan secara legal pada trimester pertama kehamilan. Dasar pertimbangan ini adalah sebelum 4 bulan, bayi dianggap belum menjadi manusia jadi, tidak mempunyai hak asasi tersendiri. Akibatnya, hak asasi ibu melampaui hak asasi janin itu. Wanita bebas menentukan pilihannya sebab keputusan aborsi menyangkut tubuhnya sendiri. Sudah tentu apabila kita mengukur manusia dari segi pertumbuhan jasmaninya saja, pada usia 4 bulan ia belumlah memiliki kematangan fungsi jasmani secanggih usia 4 tahun. Masalah akan timbul jika kita menilik dengan teliti hukum yang berlaku di Amerika Serikat pasca Roe vs Wade ini. Pada trimester terakhir aborsi menjadi illegal, pengguguran kandungan pada bayi di atas 6 bulan merupakan tindakan pidana. Saya masih teringat berita di salah satu stasiun TV akan satu kasus yang terjadi beberapa tahun yang lalu di mana ada sepasang remaja yang membuang bayi mereka dan mereka didakwa dengan delik pembunuhan.
Jadi Anda dapat menyimpulkan sendiri, jika putri Anda melakukan aborsi maka ia sangat berdosa. Tindakan aborsi sama dengan tindakan pembunuhan yang dilarang keras pada norma-norma agama. Meskipun banyak diantara mereka yang tetap saja melakukan tindakan itu. Anda sebagai orang tua haruis tetap waspada terhadap pergaulan anak Anda. Karena bukan hal yang mustahil jika anak Anda mengalmi kejadian ini. jika ia udah mengenal dunia luar maka wajib agi Anda memperhatikan setiap again darinya termasuk kehidupan spiritual. Jika spiritualnya baik, maka setiap ia melakukan sesuatu kesalahan maka ia akan mengingat dosa.
Post a Comment
Terima Kasih atas kunjungan anda. Jika Anda COPAS Tolong cantumkan Link Sumber. Mohon gunakan kata-kata yang sopan dalam memberikan komentar.
Komentar SPAM, SARA dan sejenisnya tidak akan di tampilkan.
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan berkomentar :)