Abhidamma
berkembang di India 15 abad yang lalu, tetapi sampai kini para penganut Buddhis
masih terus menerapkannya dalam berbagai bentuk suatu penuntun olah pikir.
Teori psikologi ini diturunkan dari wawasan buddha Gautama. Abhidamma
mengajarkan suatu tipe ideal kepribadian sempurna.
Istilah kepribadian yang sering kita dengar serupa dengan konsep atta
dalam Abhidamma. Bedanya , menurut asumsi dasar Abhidamma tidak ada diri yang
benar-benar kekal, yang ada hanyalah sekumpulan proses impersonal yang timbul dan
menghilang. Yang tampak sebagai kepribadian terbentuk dari perpaduan antara
proses-proses impersonal itu. Satu-satunya benang yang bersinambung dalam jiwa
adalah bhava, yakni kesinambungan kesadaran dari waktu ke waktu. Setiap
momen yang berturut-turut dalam kesadaran kita dibentuk oleh momen sebelumnya
dan pada gilirannya akan menentukan momen yang berikutnya. Menurut Abhidamma
kepribadian manusia sama seperti sungai yang memiliki bentuk yang tetap,
seolah-olah satu identitas tidak ada setetes air pun tidak berubah.
Studi tentang kepribadian dalam Abhidamma ini adalah memahami suatu
rangkaian peristiwa. Peristiwa adalah hubungan yang terus menerus antara
keadaan jiwa dan objek-objek indera. Metode dasar yang dipakai oleh Abhidamma
untuk meneliti perubahan yang sangat banyak dalam jiwa adalah instrospeksi,
yakni suatu observasi teliti dan sistematik yang dilakukan seseorang terhadap
pengalamannya sendiri.
Dalam
Abhidamma, selain objek-objek panca indera, terdapat juga pikiran-pikiran;
maksudnya sang jiwa yang berpikir itu dianggap sebagai indera keenam. Setiap
keadaan jiwa terdiri dari sekumpulan sifat, yang disebut faktor-faktor
kejiwaan, yang bergabung memberi sifat dan menentukan keadaan itu. Teoritikus
Abhidamma yakin bahwa setiap keadaan jiwa sebagian berasal dari pengaruh
biologis dan pengaruh situasi, disamping pemindahan pengaruh dari momen
psikologis sebelumnya.
Dalam Abhidamma terdapat pengetian kamma, yaitu suatu istilah
teknis untuk prinsip bahwa setiap perbuatan dimotivasikan oleh keadaan-keadaan
jiwa yang melatarbelakanginya. Abhidamma membedakan antara faktor- faktor jiwa
yang sehat disebut kusula (
murni, baik, sehat ) dan faktor-faktor jiwa yang disebut akusula ( tidak
murni, tidak baik, tidak sehat ). Penilaian sehat dan tidak sehat dikelompokkan
dengan kriterium, apakah suatu faktor jiwa khusus tertentu memudahkan
atau mengganggu usaha mereka untuk mengheningkan jiwa mereka dalam meditasi.
Selain faktor-faktor sehat dan tidak sehat,
terdapat tujuh sifat netral yang ada dalam setiap keadaan jiwa. Ketujuh
sifat itu adalah :
1)
appersepsi
( phassa), yaitu kesadaran semata-mata suatu objek;
2)
persepsi
(sanna) adalah pengenalan pertama bahwa kesadaran semata-mata tentang suatu
objek;
3)
kemauan
(cetana), yakni reaksi terkondisi yang menyertai persepsi pertama tentang suatu
objek;
4)
perasaan
(vedana), yaitu aneka penginderaan yang dibangkitkan oleh objek itu;
5)
ketertarahan
pada suatu titik (ekkagata), yakni pemusatan kesadaran;
6)
perhatian
spontan (manasikara) yaitu pengarahan perhatian yang tidak disengaja karena daya tarik dari objek
itu;
7)
enegi
psikis (jivitindria), yang memberi vitalitas dan mempersatukan keenam faktor lainnya. Faktor-faktor netral
ini merupakan sejenis kerangka dasar kesadaran dimana tertanam faktor-faktor
sehat dan tidak sehat.
Faktor-Faktor yang Tidak Sehat.
1.
Delusi ( moha)
yaitu sebagai kegelapan jiwa yang menyebabkan persepsi salah tentang suatu
objek kesadaran sehingga mengalami ketidakmampuan melihat dengan jelas,
merupakan inti dari keadaan jiwa yang tidak sehat.
2.
Pandangan salah
(aditthi) yaitu menempatkan sesuatu dalam kategori yang salah.
3.
Kebingungan
(vicikiccha), mencerminkan ketidakmampuan untuk menentukan keputusan yang
tepat, sehingga menimbulkan kebimbangan.
4.
Sikap tidak
tahu malu (ahirika) dan tanpa belas kasihan (anottapa), sikap ini menyebabkan
seseorang tidak menghiraukan pendapat orang lain dan norma-norma yang tertanam
dalam dirinya sendiri.
5.
Egoisme (mana)
, yaitu sikap mementingkan diri sendiri.
6.
Keresahan
(uddhacca) dan kekhawatiran (kukkucca) adalah keadaan bingung, penyesalan dan
linglung. Faktor-faktor ini menciptakan kecemasan.
7.
Ketamakan
(lobha), kekikiran (macchariya) dan iri hati (issa) merupakan aneka bentuk
keterikatan pada suatu obyek.
8.
Kontraksi
(thina) dan kebekuan (middha), faktor-faktor ini membuat keadaan jiwa menjadi
kaku dan tidak fleksibel sehingga jiwa dan tubuh seseorang menjadi lamban.
Faktor-Faktor Jiwa Sehat
Setiap faktor jiwa yang
tidak sehat ditentang oleh suatu faktor jiwa yang sehat. Cara untuk mencapai
keadaan jiwa yang sehat adalah dengan menggantikan faktor-faktor yang tidak
sehat dengan kutub sebaliknya.
Faktor-faktor sehat
tersebut adalah :
1.
Insight (panna)
lawan dari delusi, adalah persepsi yang
jelas tentang suatu obyek sebagaimana adanya
2.
Sikap penuh
perhatian (sati) yaitu pemahaman yang jelas dan beesifat kontinu tentang obyek
3.
Sikap rendah
hati (hiri) dan sikap penuh hati-hati (ottapa) akan menghambat sikap tak tahu
malu dan sikap tanpa penyesalan, kedua sikap sehat hiri dan ottappa ini selalu
berhubungan dengan kejujuran (cittijjukata),
yakni sikap menilai secara tepat.
4.
Kepercayaan
(saddha) adalah kepastian yang didasarkan pada persepsi yang tepat.
5.
Ketidakterikatan
(alobha), ketidakmuakan (adosa), sikap tidak memihak (tatramajjhata) dan sikap
tenang (passadhi), keempat faktor tersebut melawan faktor tidak sehat
ketamakan, kekikiran, iri hati, dan kemuakan.
6.
Tubuh dan jiwa
dilihat sebagai saling berhubungan. Sehingga setiap faktor mempengaruhi baik
tubuh maupun jiwa. Faktor –faktor sehat
yang secara eksplisit memiliki akibat fisis dan psikologis adalah kegembiraan
(ahuta), fleksibilitas (muduta), kesanggupan menyesuaikan diri (kammannata) dan
kecakapan (paqunnata). Apabila faktor-faktor ini muncul maka seseorang akan
berpikir dan bertindak dengan leluasa dan mudah mewujudkan ketrampilan secara
maksimal.
Keadaan sehat dan tidak
sehat bagi seseorang sangat ditentukan
oleh kamma-nya. Suatu kombinasi faktor merupakan hasil dari pengaruh-pengaruh
biologis dan pengaruh-pengaruh situasi disamping juga pindahan pengaruh dari
keadaan jiwa sebelumnya. Dalam setiap keadaan jiwa tertentu, faktor-faktor yang
membentuk keadaan jiwa tersebut muncul dengan kekuatan yang berbeda-beda.
Apabila faktor tertentu atau sekumpulan faktor sering muncul dalam keadaan jiwa
seseorang maka faktor tersebut akan menjadi sifat kepribadian.
Tipe-Tipe Kepribadian
Keunikan pola faktor-faktor jiwa setiap orang menimbulkan perbedaan
individual dalam kepribadian. Keadaan jiwa seseoranglah yang menggerakkannya
untuk mencari sesuatu dan menjauhi yang lain. Keadaan jiwa membimbing setiap
perbuataannya. Apabila seseorang dikuasai oleh ketamakan, maka ini akan menjadi
motif yang menonjol sehingga berusaha mendapatkan obyek ketamakan.
1.
Tipe suka
kenikmatan (sensual)
Ciri –ciri orang tipe suka kenikmatan ini adalah berpenampilan menarik,
sopan, menjawab dengan hormat bila disapa. Kalau tidur mengatur tempat tidur
dengan cermat, melakukan tugas mereka dengan seni, bila sedang menyapu dengan
ayunan yang lembut halus dan teratur. Biasanya mereka pekerja yang terampil,
halus, rapi dan sangat hati-hati. Berpakaian rapi dan bagus. Menyukai makanan
yang manis dan empuk dengan penyajian yang mewah, makan dengan perlahan-lahan
serta menikmati cita rasa yang tinggi. Mengagumi obyek-obyek yang indah dan
menyenangkan. Beberapa sifat negatif yang muncul dari tipe ini adalah suka
berlagak, suka menipu, sombong, tamak, tidak mudah puas, penuh nafsu dan
sembrono.
2.
Tipe penuh
kebencian
Orang yang termasuk dalam tipe penuh kebencian ini memiliki ciri-ciri
berdiri dengan kaku, bila membereskan tempat tidur suka serampangan dan
tergesa-gesa. Apabila bekerja, mereka kasar dan sembrono, bila sedang menyapu
berbunyi gaduh dan keras. Suka berpakaian terlalu ketat dan tidak rapi.
Menyukai makanan yang pedas dan asam, makan dengan tergesa-gesa tanpa
memperhatikan cita rasa. Tidak tertarik pada obyek-obyek indah. Sifat
negatifnya suka marah-marah, penuh kebencian, tidak mau menunjukkan rasa terima
kasih, mudah iri hati dan kikir.
3.
Tipe
dikuasai delusi
Orang yang dikuasai delusi kalau berdiri terlihat seenaknya. Tempat tidur mereka tidak
rapi, suka tidur terlentang dan kalau bangun lamban. Suka menggerutu dan
berkeluh kesah. Sebagai pekerja, mereka tidak terampil dan jorok, menyapu
dengan kaku dan serampangan. Dalam berpakaian tampak kedodoran dan tidak rapi.
Mereka adalah pemakan yang ceroboh. Mudah percaya pada apa yang dikatakan orang
lain. Sifat negatifnya kelihatan malas, kaku, pikiran mudah kacau, mudah
bingung dan menyesal.
Selanjutnya adalah upaya untuk menjadikan jiwa mereka seimbang. Upaya
yang dilakukan adalah dengan latihan meditasi. Latihan ini untuk mengalahkan
gejala-gejala psikologis yang dominan. Masing-masing tipe kepribadian
mendapatkan kondisi-kondisi yang berbeda-beda. Kondisi yang diberikan bukanlah
kondisi wajar yang mereka pilih.
Orang yang bertipe suka kenikmatan
diberikan penginapan gubuk yang terbuat dari rumput-rumput kotor, penuh
kotoran, gelap, terancam oleh binatang-binatang buas. Jalan – jalan yang
berlumpur dan jelek. Tempat tidur yang jelek dan penuh kutu busuk. Makanan yang
diberikan adalah makanan yang sudah basi dan sayur-sayuran yang sudah tua.
Sehingga tidak menyenangkan. Sedangkan kondisi yang cocok untuk orang yang penuh
kebencian adalah kondisi-kondisi yang sangat
menyenangkan dan semudah mungkin. Demikian juga orang yang dikuasai
delusi, segala sesuatunya harus dibuat
sederhana dan jelas, sangat menyenangkan serta enak.
Kondisi lingkungan yang diberikan di atas disesuaikan dengan
masing-masing tipe untuk menghambat faktor jiwa yang biasanya menguasainya.
Kondisi yang sebaliknya ini diberikan agar faktor-faktor jiwa tersebut tidak
memperoleh objek pemuasnya, sehingga faktor tersebut tidak berkembang.
Kepribadian Sehat dan Gangguan Jiwa
Definisi operasional dari gangguan jiwa dalam Abhidamma adalah ketidakadaan faktor – faktor sehat dan adanya
faktor-faktor tidak sehat. Gangguan jiwa muncul karena faktor tidak sehat
tertentu menguasai jiwa seseorang. Sedangkan kriterium kesehatan jiwa adalah adanya faktor-faktor jiwa yang sehat dan
ketiadaan faktor-faktor jiwa yang tidak sehat. Faktor-faktor yang sehat selain
menggantikan faktor-faktor tidak sehat, juga merupakan lingkungan jiwa yang
diperlukan untuk sekelompok keadaaan afektif positif.
Orang normal memiliki campuran faktor-faktor yang sehat dan tidak sehat
dalam arus keadaan jiwanya. Tujuan perkembangan psikologi dalam Abhidamma adalah meningkatkan jumlah keadaan –keadaan
yang sehat dan mengurangi keadaan –keadaan yang tidak sehat dalam jiwa
seseorang. Puncak kesehatan jiwa adalah sama sekali tidak ada faktor-faktor
yang tidak sehat muncul dalam jiwa seseorang, namun hal tersebut jarang
tercapai.
Salah satu alasan mengapa hanya sedikit orang yang mencapai keadaan
ideal tersebut adalah karena adanya anusaya-anusaya, yakni kecenderungan-kecenderungan laten dari jiwa
yang mengarah ke keadaan-keadaan jiwa yang tidak sehat. Anusaya-anusaya berada
dalam keadaan tidak aktif, sampai tiba saat yang tepat untuk muncul ke
permukaan. Ada tujuh faktor tidak sehat
yang merupakan anusaya-anusaya, yaitu: ketamakan, pandangan yang salah,
delusi, kemuakan, keraguan, kesombongan dan keresahan. Ketika dalam keadaan
jiwa yang sehat, anusaya-anusaya tertunda untuk sementara.
Meditasi
Dalam ajaran Abhidamma, strategi yang dianjurkan untuk mencapai
keadaan-keadaan sehat adalah dengan meditasi. Ada dua metode meditasi,
yaitu : (1) berusaha agar jiwa seseorang tetap terkonsentrasikan; (2) bersikap
netral terhadap apa saja yang muncul dan hilang dalam arus kesadaran. Metode
pertama disebut konsentrasi sedangkan metode kedua disebut sikap penuh
perhatian (mindfulness).
1.
Konsentrasi
Dalam konsentrasi, seorang meditator berusaha mengarahkan perhatiannya
kepada hanya satu objek atau titik pusat. Meditator berusaha melampaui apa yang
biasanya kita anggap sebagai batas normal untuk hanya satu objek dalam
kesadaran.konsentrasi pada suatu faktor sehat akan memudahkan mencapai
konsentrasi yang semakin dalam. Sedangkan konsentrasi pada faktor tidak sehat
akan menyebabkan keresahan dan akan terganggu jiwanya. Dengan banyak latihan,
seorang meditator akan lebih mudah mencapai pemusatan perhatian (konsentrasi)
sehingga jiwa dikuasai oleh faktor-faktor sehat.
Faktor-faktor sehat tersebut meliputi perhatian yang diterapkan dan
dipertahankan, perasaan terpesona, enerji, dan ketenangan hati. Pada awalnya
kekuatan faktor-faktor tersebut berfluktuasi, inilah yang dinamakan “jalan
masuk” menuju keadaan samadhi. Dengan terus berkonsentrasi maka akan mencapai
keadaan yang stabil dan meditator merasakan pemutusan total dengan kesadaran
normal. Keadaan inilah yang sebut dengan samadhi atau jhana, jiwa
seperti melebur bersatu dengan objek konsentrasi, muncul perasaan bahagia,
terpesona dimana faktor-faktor sehat berkuasa.
2. Meditasi sikap
penuh perhatian
Meditasi sikap penuh perhatian
ini, seorang meditator tidak perlu berusaha mengatur arus kesadaran, tetapi
berusaha mencapai kesadaran penuh terhadap setiap dan semua isi jiwa. Meditator
tidak membiarkan perhatiannya terpusat pada pikiran atau perasaan tertentu,
tetapi berusaha mempertahankan sikap menjadi saksi yang netral terhadap semua
itu. Setiap pengalaman dan setiap peristiwa kejiwaan dihadapi seolah-olah semua
itu baru terjadi untuk pertama kalinya. Perhatian yang diberikan hanya sekedar
mencatat setiap momen kesadaran secara berturut-turut. Apabila muncul
serentetan asosiasi, kateorisasi atau reaksi dalam jiwa maka hal itu
diperlakukan juga sebagai objek perhatian semata-mata, tidak ditolak dan juga
tidak dikejar. Kesulitan metode ini adalah orang yang bermeditasi akan terseret
pada suatu rentetan pikiran sehingga sikap penuh perhatiaannya buyar.
Ketika sikap penuh perhatian meditator meningkat, ilusi tentang
kontinuitas jiwa dan pikiran logis dipatahkan; orang mulai menyadari
satuan-satuan acak dan terpisah-pisah. Apabila sikap penuh perhatian begitu
kuat, sehingga berupa kesinambungan dan tanpa satu momenpun yang kelupaan, maka
mulailah masuk ke tahap insight / pemahaman. Pemahaman ditandai oleh
persepsi yang semakin halus dan semakin tepat terhadap aneka kegiatan jiwa.
Orang yang bermeditasi menyadari bahwa jiwanya dalam keadaan terus menerus
berubah, dan menyaksikan kombinasi faktor-faktor jiwa yang begitu banyak yang
mengalir dalamnya. Keadaan jiwa yang selalu berubah menyebabkan orang ingin
melarikan diri dari dunia pengalaman.
Pemahaman mencapai puncaknya
ketika terhentinya secara total semua proses kejiwaan, yang dikenal dengan
keadaan nirvanik. Dalam keadaan
nirvanik orang sama sekali tidak mengalami apapun, juga tidak ada kebahagiaan,
suatu keadaan yang lebih hampa dari pada jhana.
Dalam Abhidamma, nirvana membawa perubahan yang radikal dan kekal pada
keadaan jiwa seseorang. Pentingnya nirvana bagi kepribadian terletak dalam
pengaruh sesudahnya. Ketika meditator mencapai nirvana taraf yang semakin dalam
maka faktor yang tidak sehat sama sekali terhambat dan anusaya-anusaya pun
terbasmi. Ketika tidak satupun faktor tidak sehat akan muncuk dalam keadaaan
jiwa seseorang, maka ia mencapai titik arahat.
Arahat Sebagai Tipe Kepribadian Ideal.
Arahat merupakan hakikat dari kesehatan jiwa dalam Abhidamma. Sifat
kepribadian seorang arahat diubah secara permanen; semua motif, persepsi,
perbuatan yang sebelumnya dilakukan di bawah pengaruh faktor-faktor tidak sehat
akan lenyap.
Sifat-sifat kepribadian arahat:
1)
Bebas dari: ketamakan
terhadap hasrat – hasrat indera, kecemasan, kebencian dan ketakutan, rasa
kehilangan, rasa sakit, hawa nafsu
(amarah), keinginnan untuk diri sendiri.
2)
Kaya dengan: sikap netral terhadap orang lain, tenang dalan semua
situasi, kesiap-siagaan dan kegembiraan dalam menghadapi pengalaman, perasaan
belas kasihan, persepsi yang cepat dan tepat, tenang dan trampil dalam
bertindak, keterbukaan dan kepekaan terhadap orang lain.
Post a Comment
Terima Kasih atas kunjungan anda. Jika Anda COPAS Tolong cantumkan Link Sumber. Mohon gunakan kata-kata yang sopan dalam memberikan komentar.
Komentar SPAM, SARA dan sejenisnya tidak akan di tampilkan.
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan berkomentar :)