Headlines News :
Home » , » PENGARUH BERMAIN KELOMPOK TERHADAP KEMAMPUAN SOSIALISASI ANAK PADA MASA AKHIR KANAK-KANAK

PENGARUH BERMAIN KELOMPOK TERHADAP KEMAMPUAN SOSIALISASI ANAK PADA MASA AKHIR KANAK-KANAK

Written By Unknown on Wednesday, 11 December 2013 | 21:44





a.       Permasalahan:
Masa kanak-kanak adalah masa yang penuh dengan keceriaan dan kegembiraan. Masa ini juga disebut sebagai masa paling menyenangkan sepanjang rentang kehidupan manusia dan tidak akan terulang lagi pada masa selanjutnya. Pada masa tersebut, seorang manusia benar-benar meniikmati dunianya tanpa memikirkan tentang hari esok karena yang ada dimasa kanak-kanak hanyalah hari ini.
Menurut Hurlock (1991), masa kanak-kanak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan, yakni kira-kira usia 2 tahun. Saat anak matang secara seksual, kira-kira 13 tahun untuk anak perempuan, dan 14 tahun untuk anak laki-laki. Masa kanak-kanak secara luas dibagi menjadi 2 periode, yaitu: periode awal yang berlangsung dari usia 2 tahun hingga 6 tahun, dan periode akhir yang berlangsung dari usia 6 tahun hingga tiba saatnya anak matang secara seksual. Periode kanak-kanak dimulai sebagai penutup masa bayi yang penuh ketergantungan dan berakhir ketika anak mulai mandiri.
Elkin dan Handel (dalam Herdiyansah, 2004) menyatakan bahwa sosialisasi merupakan suatu suatu proses ketika seorang individu dapat mempelajari cara-cara tertentu yang diberikan oleh kelompok sosial sehingga dia akan diterima, berperan dan berfungsi didalamnya. Kelompok sosial yang diimaksud adalah suatu lingkungan yang terdiri dari beberapa orang walaupun dalam skala kecil seperti keluarga, da tidak selalu lingkungan masyarakat dalam arti luas. Soekanto (dalam Herdiansyah, 2004) menyatakan bahwa sosialisasi merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara perorangan, antara kelompok manusia, maupun antara orang per orang dengan kelompok manusia. Kamus besar bahasa Indonesia (1989) mendefinisikan sosialisasi sebagai proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati kebudayaan masyarakat di lingkungannya. Tingkat permulaan dari proses sosialisasi manusia terjadi dilingkungan keluarga.
Menurut Hurlock (1991), tiga tahun pertama ketika anak memasuki lingkungan sekolah adalah masa yang rawan sekaligus menentukan bagi keberhasilan perkembangan anak. Alasannya adalah pada tahun-tahun pertama tersebut anak belum terbiasa dengan lingkungan baru. Dalam realitas yang sebenarnya masih banyak ditemukan anak pada masa sekolah mengalami hambatan dalam bergaul dengan teman-temannya. Mereka saling terlihat murung, tidak bersemangat, lebih senang berada di dalam kelas ketika waktu istirahat. Sementara bagi anak-anak yang lain, waktu tersebut merupakan waktu yang sangat menyenangkan, yang mereka pergunakan untuk bermai bersama teman-temannya.
Akhir masa kanak-kanak disebut juga usia bermain, (Hurlock, 1991). Karena hal tersebut, maka permainan dapat dijadikan salah satu alternatif metode belajar yang berfungsi untuk menstimulasi kemampuan bersosialisasianak yang disertai praktek dalam bentuk perilaku.
Hurlock (1991) mengemukakan bahwa bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan secara suka rela dan tidak terdapat pemaksaan atau tekanan dari luar. Dengan bermain, anak akan dapat mengembangkan fisik, mental, bahkan moralnya. Bermain kelompok adalah kehiatan bermain sosial yang ditandai dengan adanya interaksi dengan orang lain disekeliling anak, sehingga anak mampu terlibat dalam kerjasama delam bermain.
Dengan bermain, tidak hanya menguatkan otot dan koordinasi otot membaik, tetapi juga membuat lebih enak tidur dan emosinya tidak meledak-ledak setelah bermain. Bermain dapat mendorong imajinasi anak, menambah daya ingat, dan kesempatan menalar. Oleh karena itu, bermain kelompok dapat menjadikan anak mempunyai penyesuaian diri yang baik dalam kehidupannya, karena seorang anak dapat belajar mengatasi maslah sehari-hari dari hasil bermain tersebut.

b.      Treatment yang diberikan:
Bentuk-bentuk bermain kelompok yang akan diberikan dalam penelitian ini meliputi “jaring laba-laba”, “balonku”, “gentong bocor”, si buta rebutan”, dan “kereta-keretaan”. Permainan “jaring laba-laba” bertujuan untuk membangun iklim saling percaya antara fasilitator dengan peserta, membuat kontak belajar dengan peserta serta memecah suasana kaku dan egang. Permaianan “balonku” bertujuan untuk membuat anak akrab dengan anak yang lain, untuk membagi anak dalam kelompok-kelompok dan membuat anak mau mendengarkan.
Permainan “gentong bocor” bertuajuan untuk membuat anak akrab dengan anak yang lain, membuat anak menjadi kenal dengan anak yang lain, mengajak anak bekerja secara kelompok. Permainan “si buta rebutan” bertujuan untuk mambagi anak dalam kelompok-kelompok, mengajak anak untuk berhati-hati serta mengajak anak untuk percaya pada dirinya dan apa yang diputuskan olehnya. Sedangkan permainan “kereta-keretaan” bertujuan untuk membuat anak dapat mengkomunikasikan hal-hal yang menyangkut dirinya.

c.       Upaya lain yang dapat diberikan:
Upaya lain yang dapat diberikan berupa obsrvasi secara langsung kepada kelompok eksperimen selama diberikan perlatihan. Memilih dan mempersiapkan pelatih yang memiliki kemampuan yang sesuai dengan criteria sebagai pelatih dalam bermain kelompok. Memilih dan mempersiapkan fasilitator dan pengamat yang memiliki skill. Mempersiapkan sarana prasarana yang diperlukan dalam pelatihan.


Judul alternative:
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS BERMAIN DALAM KELOMPOK SEBAYA TERHADAP KEMAMPUAN SOSIALISASI ANAK PADA MASA AKHIR KANAK-KANAK

Perbedaan dengan penelitian eksperimen ialah:
Pada penelitian eksperimen menggunakan metode penelitian one group pre test dan post test design yaitu suatu metode yang perbandingkan variable yang diukur pada saat sebelum perlakuan (pre test) dengan sesudah perlakuan (post test). Pada penelitian eksperimen terdapat pembagian kelompok subjek menjadai dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok control. Kelompok eksperimen adalah kelompok yang akan diberikan perlakuan berupa pelatihan bermain kelompok yang diatur oleh peneliti untuk memenuhi tujuan penelitian, sedangkan kelompok control tidak diberikan perlakuan dan hanya sebagai kelompok acuan.
Pada penelitian non eksperimen tidak terdapat pemberian perlakuan yang dikendalikan oleh peneliti. Jika terdapat perlakuan, dapat dipastikan perlakuan tersebut tidak dikendalikan oleh peneliti. Penelitian lebih bersifat teoritis dan bertujuan untuk membahas kasus secara lebih detail atau mendalam. Pengambilan data dapat berupa observasi, wawancara, maupun angket. Peneliti merupakan alat utama penelitian. Pada contoh penelitian alternative ini, penelitian lebih menitik beratkan pada hubungan yang terjadi antara variable bebas dengan variable terikatnya.



DAFTAR PUSTAKA

Herdiansyah, H. 2004. Pengaruh Permainan Kooperatif Terhadap Kemampuan Bersosialisasi Anak Pada Masa Akhir Kanak-Kanak. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Falkutas Psikologi Universitas Wangsa Manggala.

Hurlock, E. B. 1991. Perkembangan Anak Jilid I. Jakarta: Erlangga

Kusumaningrum, U. 2002. Pengaruh Bermain Kelompok Terhadap Peningkatan Kepercayaan Diri Pada Anak TK. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Falkutas Psikologi Universitas Wangsa Manggala.
Share this post :

Post a Comment

Terima Kasih atas kunjungan anda. Jika Anda COPAS Tolong cantumkan Link Sumber. Mohon gunakan kata-kata yang sopan dalam memberikan komentar.
Komentar SPAM, SARA dan sejenisnya tidak akan di tampilkan.
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan berkomentar :)

 
Support : Jadwal Training 2016 | Informasi Training dan Seminar Indonesia | Mas Template
Copyright © 2011. WWW.SINTANG.COM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger