a. Permasalahan:
Masa SMA merupakan masa awal menuju kedewasaan. Pada awal
masuk sekolah merupakan saat penting bagi siswa untuk dapat bersosialisasi
dengan teman-temannya untuk dapat memiliki teman dalam pergaulannya kedepan
baik selama masih sekolah maupun untuk masa setelah lulus sekolah. Setiap orang
memiliki kemampuan yang berbeda dalam bersosialisasi. Ada yang tanpa masalah
dan ada yang memiliki masalah dalam bersosialisasi.
Selain disebut sebagai makhluk individu, manusia juga
disebut sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, manusia memiliki
kepribadian yang khas, karater yang spesifik, unik dan memiliki kebebasan
individual. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup seorang diri.
Manusia selalu membutuhkan keberadaan manusia yang lain. Sebagai makhluk
sosial, manusia harus melakukan proses sosialisasi, interaksi, dan komunikasi
dengan manusia lain. Karena alasan tersebut, maka sosialisasi menjadi salah
satu kebutuhan dan tuntutan sepanjang kehidupan manusia.
Elkin dan Handel (dalam Herdiyansah, 2004) menyatakan
bahwa sosialisasi merupakan suatu proses ketika seorang individu dapat
mempelajari cara-cara tertentu yang diberikan oleh kelompok sosial sehingga dia
akan diterima, berperan dan berfungsi didalamnya. Kelompok sosial yang
diimaksud adalah suatu lingkungan yang terdiri dari beberapa orang walaupun
dalam skala kecil seperti keluarga, dan tidak selalu lingkungan masyarakat
dalam arti luas. Soekanto (dalam Herdiansyah, 2004) menyatakan bahwa
sosialisasi merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut
hubungan antara perorangan, antara kelompok manusia, maupun antara orang per orang
dengan kelompok manusia. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) mendefinisikan
sosialisasi sebagai proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal
dan menghayati kebudayaan masyarakat di lingkungannya. Tingkat permulaan dari
proses sosialisasi manusia terjadi dilingkungan keluarga.
Pelatihan komunikasi antar pribadi diadakan dengan tujuan
untuk lebih meningkatkan kualitas komunikasi antar pribadi remaja dengan teman
sebaya maupun anggota masyarakat dan keluarga. Pelatihan tersebut memberikan
motivasi pada remja untuk melihat dan menghadapi sumber-sumber yang terdapat
dalam dirinya sehingga dapat keluar dari masalah yang dihadapi dengan
menampilkan perilaku baru atau keterampilan baru.
Pelatihan adalah salah satu bentuk belajar. True love
(dalam Nurani, 2006) menyatakan bahwa pelatihan adalah salah satu usaha untuk
mengajarkan pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk melaksanakan suatu
pekerjaan yang berhubungan dengan tugas tertentu. Poerdarminto (dalam Nurani,
2006) menyatakan bahwa platihan adalah pelajaran untuk membiasakan atau
memperoleh suatu kecakapan atau keterampilan. Sedangkan menurut Mentri
Pekerjaan dan Tenaga Kerja Prancis (dalam Nurani, 2006) membatasi pelatihan
sebagai suatu aktifitas yang; a) memiliki tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya,
b) memiliki metode pengarahan yang khusus, c) memiliki peserta yang khusus, d)
memiliki rencana penerapan yang jelas, serta e) hasilnya dapat diukur.
Komunikasi antar pribadi merupakan salah satu proses
sosial dan individu yang terlibat saling mmpengaruhi. De Vito (dalam Nurani,
2006) menyatakan bahwa komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman
pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang
dengan efek-umpan balik yang langsung. Komunikasi antar pribadi tersebut dianggap
paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang,
karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan (Sunaryo dalam Nurani, 2006).
Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara dua orang atau lebih yang
ditandai adanya tindakan pengungkapan pesan oleh pihak terhadap pihak lain dan
kemudian melakukan pengamatan kembali bahwa tindakan yang pertama sudah diterima
oleh pihak lain. Kesadaran akan pengamatan merupakan kejadian yang
mengisyaratkan terciptanya jalinan antar pribadi.
b. Treatment
yang diberikan:
Kelompok
eksperiment diberi perlakuan berupa pelatihan komunikasi antar pribadi yang
terdiri dari tujuh sesi. Sesi pelatihan dapat dijelaskan sebagai berikut:
i.
Sesi I berupa pembukaan yang terdiri
dari perkenalan, penjelasan tujuan pelatihan, penjelasan prinsip-prinsip
belajar orang dewasa, dan pemberian surat
kontrak pelatihan. Pada sesi ini juga diberikan permainan sebagai ice breaker yang berguna untuk
mencairkan suasana dan membuat lebih akrab antar sesama peserta maupun dengan
pelatih dilanjutkan dengan materi pertama membuka diri
ii.
Sesi II berupa pemberian materi 2 yaitu
mengenal diri sendiri dan membina hubungan dengan orang lain yang dilengkapi
dengan permainan Johary windows.
Materi tersebut bertujuan agar peserta pelatihan mampu menyatakan pendapat
mengenai diri sendiri maupun orang lain, bersikap positif dalam menerima diri
sendiri, dan memahami pentingnya membina hubungan dengan orang lain.
iii.
Sesi II berupa materi 3 yaitu memberi
dan menerima dimana peserta pelatihan diharapan dapat memiliki keterampilan
dalam mengungkapkan perasaan baik secara verbal maupun non verbal dalam
berkomunikasi dengan orang lain sehingga mampu menyampaikan pesan secara
efetif.
iv.
Sesi IV berupa materi 4 yaitu
mendengarkan dan memberi tanggapan yang bertujuan agar peserta pelatihan
memiliki keterampilan dalam mendengarkan dan memberi tanggapan dengan penuh
pemahaman dalam berkomunikasi dengan orang lain.
v.
Sesi V berupa materi 5 yaitu studi kasus
dimana peserta diharapkan mampu meningkatkan pemahaman dalam berkomunikasi
antar pribadi, memiliki kecakapan dalam memecahkan masalah dan mampu melihat
sudut pandang peserta lain dalam memecahkan permasalahan.
vi.
Sesi VI berupa materi 6 yaitu bermain
peran (role playing) yang merupakan
permainan terarah untuk meningkatkan pemahaman peserta mengenai komunikasi
antar pribadi berdasarkan pengalaman juga untuk melatih kemampuan
bersosialisasi peserta.
vii.
Sesi VII berupa penutupan yang terdiri
dari pembahasan dan diskusi dari hasil tiap sesi oleh peserta dan pelatih.
Pelatihan
komunikasi antar pribadi tersebut dilaksanakan selama 3 hari berturut-turut
dengan lama waktu 60 menit pada tiap sesi. Metode yang digunakan dalam
pelatihan berupa ceramah, diskusi, bermain peran (role playing), studi kasus dan permainan yang sesuai dengan modul
pelatihan komunikasi antar pribadi. Kelompok control selama pelatihan
berlangsung hanya diberikan brosur-brosur komunikasi antar pribadi dan tidak
diberikan perlakuan apapun.
c. Upaya
lain yang dapat diberikan:
Upaya
lain yang dapat diberikan berupa obsrvasi secara langsung kepada kelompok
eksperimen selama diberikan perlatihan. Memilih dan mempersiapkan pelatih yang
memiliki kemampuan yang sesuai dengan criteria sebagai pelatih dalam pelatikan
komunikasi antar pribadi. Memilih dan mempersiapkan fasilitator dan pengamat
yang memiliki skill. Mempersiapkan sarana prasarana yang diperlukan dalam
pelatihan.
1. Judul
alternative:
HUBUNGAN
ANTARA KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP KEMAMPUAN BERSOSIALISASI PADA SISWA KELAS 1 DI
SMA N 1 SEDAYU
Perbedaan dengan penelitian
eksperimen ialah:
Pada penelitian eksperimen menggunakan metode
penelitian one group pre test dan post test design yaitu suatu metode yang perbandingkan
variable yang diukur pada saat sebelum perlakuan (pre test) dengan sesudah
perlakuan (post test). Pada penelitian eksperimen terdapat pembagian kelompok
subjek menjadai dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok control.
Kelompok eksperimen adalah kelompok yang akan diberikan perlakuan berupa
pelatihan komunikasi antar pribadi yang diatur oleh peneliti untuk memenuhi
tujuan penelitian, sedangkan kelompok control tidak diberikan perlakuan dan
hanya sebagai kelompok acuan.
Pada penelitian non eksperimen tidak terdapat
pemberian perlakuan yang dikendalikan oleh peneliti. Jika terdapat perlakuan,
dapat dipastikan perlakuan tersebut tidak dikendalikan oleh peneliti. Penelitian
lebih bersifat teoritis dan bertujuan untuk membahas kasus secara lebih detail
atau mendalam. Pengambilan data dapat berupa observasi, wawancara, maupun
angket. Peneliti merupakan alat utama penelitian.
DAFTAR
PUSTAKA
Herdiansyah, H. 2004. Pengaruh Permainan Kooperatif Terhadap Kemampuan
Bersosialisasi Anak Pada Masa Akhir Kanak-Kanak. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Falkutas Psikologi Universitas
Wangsa Manggala.
Post a Comment
Terima Kasih atas kunjungan anda. Jika Anda COPAS Tolong cantumkan Link Sumber. Mohon gunakan kata-kata yang sopan dalam memberikan komentar.
Komentar SPAM, SARA dan sejenisnya tidak akan di tampilkan.
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan berkomentar :)